BANJARAN DURNA (38)

Patih Sengkuni dikonfirmasi soal lamaran ke Srikandi, tapi hanya dijawab: prekkk......

TOGOG iseng-iseng ikut baca sebagian berkas yang diterima Prabu Jungkung Mardeya. Ternyata ada salah satu persyaratan yang bakal amat-sangat merepotkan Prabu Jungkung Mardeya nantinya. Di antaranya disebutkan bahwa: peminat Wara Srikandi harus wayang keturunan nusantara asli. Padahal Prabu Jungkung Mardeya ini ratu sabrangan bagus yang asal-usulnya bukan dari wayang kelompok nusantara.

Karenanya Togog menyarankan, agar Prabu Jungkung Mardeya balik kembali ke Sekretariat Istana Pancala, minta kejelasan soal ini. Mumpung beritanya belum tercium pers. Sebab betapa malunya nanti jika raja Parang Gubarjo gagal ikut memperebutkan Wara Srikandi hanya gara-gara kekurangan persyaratan administrasi. Jangan sampai menjadi Partai Ummat jilid II.

“Masih mending Partai Ummat, setelah Amien Raisnya umat-umet (ngedumel) akhirnya diperbolehkan ikut Pemilu setelah persyaratan administrasi dan factual dipenuhi.” Punakawan Bilung ikut nimbrung.

“Iya ya Lung, KPU Indonesia kok begitu lemah ya, mudah diintervensi. Ibaratnya anak tak lulus ujian, setelah orangtuanya melabrak ke panitia diperbolehkan her lagi.” Tambah Togog jadi belok ke mana-mana.

Saran Togog-Bilung menjadikan Prabu Jungkung Mardeya bersemangat lagi. Dia balik kembali ke sekretariatan istana Pancala. Ternyata, pihak istana minta tempo seminggu lagi agar ada diskresi aturan, yang kesemuanya itu harus diputuskan raja Pancala Prabu Drupada bersama Wantimraj (Dewan Pertimbangan Raja) Pancala.

Sementara Prabu Jungkung Mardeya keluar dari kesekretariatan istana Pancala dan harus mesanggrah (nginep) dulu di hotel kelas melati, justru nampak Patih Sengkuni datang ke sekretariat istana untuk ambil formulir pendaftaran. Diam-diam dia ternyata juga ingin ambil bagian dalam perebutan Wara Srikandi. Rambutnya yang sudah memutih dicat hitam sehingga tampak lebih muda 10 tahun.

“Lho, itu kan Patih Sengkuni dari Ngastina, kok rambutnya jadi hitam. Rupanya dia mau ngelamar Wara Srikandi. Gila, sudah tua masih genit juga…”, bisik Satwalja di pos penjagaan.

“Padahal di Indonesia, tokoh berambut putih justru sedang best seller.” Bisik Satwalja yang lain.

Keterkenalan sosok Patih Sengkuni memang sudah lintas negara. Dia populer bukan saja di negeri Ngastina, tapi juga Pancalaradya. Bukan karena keberhasilannya mendampingi Prabu Duryudana, tapi karena kelicikannya. Bohong dan ingkar janji menjadi menu sehari-hari dalam kehidupannya. Dia pernah bernadzar, siap jalan kaki Ngastina – Ngamarta jika Pendawa menang dalam Trajron Kurawa. Nyatanya ketika Pendawa yang menang sampai sekarang Patih Sengkuni belum ngluwari ujar (bayar nadzar).

Bagian sekretariat Istana Pancala juga heran, setahunya Patih Sengkuni ini sudah punya bini Nyonyah Sengkuni, tapi kok mau ikut sayembara revitalisasi Taman Maerakaca. Apa jika menang siap mau poligami, padahal dia bukan wayang PKS sebagaimana Abimanyu, Abiyasa dan Abilawa.

“Pakde Sengkuni mau ikut sayembara juga, nggak dimarahi istri?” ledek anggota kesekriatan, terlalu berani juga dia.

“Istri saya sudah mati kena Covid-19.” Jawab Patih Sengkuni setengah berbisik.

Satwalja hanya bisa komentar: Oo…! Sebab Dansatwalja saja tak boleh bicara ke publik, apa lagi anak buahnya. Tapi rupanya kemunculan Patih Sengkuni terpantau pers yang biasa ngglibet di seputar Istana Pancalaradya. Patih Sengkuni yang baru keluar dari ruang pendaftaran dengan segebok formulir, dikejarnya. Tapi sayang, Patih Sengkuni keburu kabur dengan mobilnya.

Sejam kemudian berita Patih Sengkuni berambisi melamar Wara Srikandi sudah masuk berita koran online. Judulnya pun bombastis banget: Dengan rambut semiran, Patih Sengkuni daftar melamar Wara Srikandi. Namanya juga berita online hanya dalam sekejap sudah  diketahui di mana saja, termasuk pertapan Sokalima dan Istana Gajahoya.

“Bulsit dah, tua bangka pengin kawin lagi!” komentar Durmagati dalam twitannya, menunjukkan rasa kesal yang mendalam.

“Gaplek nang krikilan, tuwek-tuwek pethakilan.” Tambah Prabu Baladewa juga ikut-ikutan ngetwit.

Raja Mandura ini memang salah satu penguasa yang doyan ngetwit juga belakangan. Mau bikin lagu atau melukis macam SBY, tak punya kemampuan semacam itu. Ya sudah, akhirnya makmum sama Fadli Zon saja, suka komentar ini itu. Cuma Prabu Baladewa ini cuitannya masih terukur, artinya belum sampai disebut nyinyir.

Bukan saja Prabu Baladewa dan Durmagati, Aswatama mantan Panpel TMK-100 juga kaget. Benar-benar dia merupakan musuh dalam selimut bagi ayahnya, Begawan Durna. Kelihatannya saja kompak jika berdua, tapi di belakang ternyata Patih Sengkuni ini suka menggunting dalam lipatan terhadap ayahnya sendiri. Maka berita ambisi Patih Sengkuni jadi mantu Prabu Drupada segera ditunjukkan kepada sang ayah, Pendita Durna.

“Berita hoaks kali itu ah.” Kata Begawan Durna setengah tidak percaya.

“Masak berita media yang terdaftar di Dewan Pers kok bohong.” Jawab Aswatama.

Pendita Durna manggut-manggut, hatinya sungguh memendam rasa gondok yang mendalam pada patih Ngastina ini. Kelihatannya sopan dan sepaham dengannya, tapi di luar selalu jadi tukang kompor, menjelek-jelekkan penasihat spiritual kerajaan. Dia tidak setuju Durna mau kawin lagi, tapi diam-diam dia sendiri juga mengincar sekar kedaton Pancalaradya. Teman sejawat akhirnya jadi saingan berat. Begitu jahatnya politik selangkangan.

Tak hanya Aswatama, Durmagati juga sangat penasaran akan kelakuan Patih Sengkuni. Maka demi melhat Ki Patih nampak di halaman Istana Gajahoya, Durmagati segera mengejarnya, bak wartawan mau konfirmasi berita pada seorang tokoh.

“Katanya Oom Sengkuni juga ngelamar Wara Srikandi ya?” kata Durmagati.

“Haessss, prekkkkk….!” Jawab Patih Sengkuni sembari menyelinap ke ruangan lain. (Ki Guna Watoncarita)