
MAYAT maling aguna itu lalu digeledah Harjuna, untuk diketahui identitasnya. Dari KTP yang ditemukan dalam dompetnya, ternyata dia bernama Supeli dari negeri Cedi. Sebagai penjahat, mestinya langsung dikubur di TPU Tegal Alur juga nggak papa. Tapi Prabu Drupada masih mencoba kontak ke negara asal dan bisa bicara langsung pada Prabu Supala kakak kandung korban. Intinya, jenazah akan dikirim ke Cedi pakai pesawat dan mohon diterima dengan baik.
Berita di TV dan media online langsung rame, sehingga ditonton pula oleh Bilung-Togog yang disembunyikan di hotel. Tentu saja mereka kaget, sebab juragan yang disuwitani (diikuti) mati tertangkap basah saat mencuri Wara Srikandi. Bingunglah keduanya. Bingung karena mendadak jadi pengangguran, bingung pula siapa yang tanggungjawab rekening hotelnya.
“Kita jadi pengangguran lagi Lung! Lalu siapa pula yang bayari rekening hotel?” keluh Togog di kamar hotel.
“Kita kabur aja Kang, pulang kampung nggandhul truck jadilah….” Tambah Bilung tak kurang pesimisnya.
Beruntung Togog menemukan kwitansi di laci meja kecil, yang ternyata bukti pembayaran rekening hotel telah dibayar lunas untuk selama seminggu. Legalah mereka. Niat untuk kabur diurungkan, dan dengan muka jembar Togog-Bilung cek out tinggalkan hotel. Kepada resepsionis beralasan bahwa boss pulang duluan karena ada panggilan mendadak. Untung saja karyawan hotel itu tak mengikuti berita TV, sehingga tidak ngeh bahwa yang mati digebuki Harjuna itu adalah tamu hotelnya.
Sementara itu Dresthajumena sebagai Panpel sayembara revitalisasi Taman Maerakaca siang itu menerima permohonan pengunduran diri Begawan Durna. Menurut aturan resmi, barang siapa mundur dari pasanggiri dikenakan denda Rp 10 juta. Hal ini telah dilakukan terhadap Patih Sengkuni yang juga mundur dari pasang giri. Tapi karena Begawan Durna adalah gurunya sendiri di padepokan Sokalima, Dresthajumena tak tega untuk mengutipnya. Masak guru sendiri ditelateni, diporoti uangnya. Rupanya dia siap jadi PBT (Pasukan Berani Tombok).
“Jadi saya harus bayar denda berapa nih?” kata Begawan Durna.
“Mestinya Rp 10 juta, seperti Patih Sengkuni rama begawan. Tapi untuk bapa begawan, dianggap hangus saja.” Jawab Dresthajumena.
Selamatlah kantong Begawan Durna. Sebetulnya dana sih ada, tapi ketimbang bayar kan mendingan gratisan. Dananya bisa dialihkan untuk menyantuni janda-janda sebagaimana anjuran ustadz sejuta ummat KH. Zainuddin MZ almarhum. Dan dalam hati Begawan Durna juga memuji kesantunan muridnya ini, dia menghormati dan menghargai jasa gurunya yang dilabeli sebagai pahlawan tanpa tanda jasa itu.
“Bener nih, saya dapat perkecualian?” ujar Begawan Durna negesin.
“Bener bapa begawan. Biar menjadi tanggungjawab muridmu.” Jawab Drestajumena serius.
Dengan mundurnya Begawan Durna dari pasang giri, otomatis peserta sayembara tinggal Harjuna seorang. Lho, dia sudah 2 kali terlibat pidana pembunuhan, masak tidak didiskualifikasi. Apakah hukum di Pancala juga tumpul ke atas tapi sangat tajam ke bawah? Bukan begitu! Di dunia perwayangan penegakan hukum memang sangat lemah. Benar apa salah dalam kasus pembunuhan, tak pernah diproses.
Tapi ya dimaklumi saja, sebab proses hukum itu sangat lama. Setelah vonis kan ada banding, lalu kasasi dan PK. Jika mengikuti alur itu, pertunjukan wayang kulit kapan selesainya? Sebab pukul 04:00 harus sudah tancep kayon (bubar), karena dalangnya juga perlu subuhan. Oleh karena itu meski sudah membunuh Prabu Jungkung Mardeya dari Parang Gubarjo dan Supeli dari Cedi, Harjuna tidak tersentuh alias kebal hukum.
“Begawan Durna mundur dari pasang giri, rama.” Kata Drestajumena lapor pada sang ayah, Prabu Drupada.
“Palahane (untung kita). Jika dia menang, masak ingsun (saya) punya mantu tua bangka gitu. Kasihan Srikandi, punya suami situs purbakala.” Bisik Prabu Drupada.
Saat berita mundurnya Patih Sengkuni beberapa hari lalu, media online tak menanggapi serius. Beritanya juga pendek saja, malah di media cetak hanya 1 kolom kecil. Tapi ketika Begawan Durna yang mundur dari sayembara revitalisasi Taman Maerakaca, mendadak firal. Tahu-tahu di Youtube beredar gambar dengan judul: Begawan Durna mundur. Dikiranya mundur dari penasihat spiritual negeri Ngastina, ternyata begitu video diklick isinya gambar Begawan Durna berjalan mundur lewat tehnik reverse.
Demikianlah, akhirnya tampilah Harjuna sebagai peserta terakhir. Semua memprediksi bakal dialah pemenangnya. Sebab jejak rekamnya selama ini sangat jelas, setiap urusan percewekan Harjuna pasti selalu leading (menang). Apa lagi persyaratannya hanya merevitalisasi Taman Maerakaca, pasti banyak pengusaha mau jadi sponsor. Tentu saja ada imbalan lain. Proyek-proyek di Ngamarta bisa jatuh pada mereka lewat koneksitas Harjuna satriya lelananging jagad tersebut. (Ki Guna Watoncarita)
