Banyak yang Khawatir Tentang Rencana Pemulangan Rohingya ke Myanmar

0
120
Pengungsi Rohingya. Foto:Salman/DD
BANGLADESH – Sebuah kesepakatan pemulangan Rohingya dipuji sebagai langkah awal yang baik oleh pemerintah Bangladesh, namun banyak yang berpendapat bahwa rencana tersebut terlalu dini.

Negara Rakhine Myanmar adalah rumah leluhur bagi Rohingya yang mayoritas Muslim, namun mereka yang tinggal di sana menghadapi diskriminasi, kekerasan, dan pemilahan. Kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyebutnya sebagai “sistem apartheid”.

Dewan Rohingya Eropa (ERC) mengatakan kesepakatan repatriasi tersebut tidak mempertimbangkan hak pengungsi Rohingya. Duta Besar Malaysia, Tengku Emma Zuriana, juga telah menentangnya.

“Proses pemulangan ini seharusnya tidak dilanjutkan sampai keamanan Rohingya dapat terjamin,” katanya.

Malaysia adalah rumah bagi sekitar 150.000 orang Rohingya. Beberapa organisasi non pemerintah mengadakan konferensi pers di Jakarta, Kamis, untuk membahas rencana repatriasi tersebut.


Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat telah menyatakan bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Myanmar dan “warga lokal” merupakan  pembersihan etnis terhadap minoritas Rohingya.

“Ini harus menjadi proses sukarela, dengan aman dan bermartabat, dan mereka kembali ke rumah mereka – bukan ke kamp-kamp. Dan jika ada kehilangan harta dan kehidupan, itu harus dikompensasikan dengan adil,” kata Zuriana.

Sementara Organisasi HAM Myanmar Ethan Rohingya Malaysia (MERHROM) juga ingin mengingatkan Bangladesh akan pemulangan Rohingya yang lalu ke Myanmar.

“Diperkirakan 240.000 Rohingya dipulangkan oleh pemerintah Bangladesh di bawah kesepakatan tahun 1978, yang memiliki batas waktu enam bulan. Setelah itu, Bangladesh memulangkan sekitar 236.000 Rohingya sampai tahun 2005 di bawah kesepakatan tahun 1992,” kata Presiden MERHROM Zafar Ahmad.

Pada tahun 2012, angkatan bersenjata Myanmar mulai memaksa Rohingya ke kamp-kamp pengungsian, keduanya di negara bagian Rakhine dan melintasi perbatasan ke Bangladesh.

Serangan baru-baru ini terhadap sebuah pos polisi di negara bagian Rakhine oleh kelompok bersenjata Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) memicu tindakan keras tentara terakhir. Lebih dari 600.000 orang Rohingya meninggalkan rumah mereka ke kamp-kamp pengungsi Bangladesh.

Advertisement div class="td-visible-desktop">