Ben yang Telah Pergi

0
381
S. Sinansari ecip

Pada akhir musim rontok dan awal musim dingin tahun 1980 saya mampir ke kampus Universitas Cornell di Ithaca, negara bagian New York. Diajak Burhan Magenda yang sedang kuliah di sana, saya memberi ceramah di depan mahasiswa program studi Asia Tenggara. Saya didampingi Benedict (Ben) Anderson.

Anderson_uioPara mahasiswa tertarik pada Pramudya Ananta Toer. “Saya suka Pram,” kata saya.”Saya lebih tertarik pada karya-karya awalnya dibanding pada periode berikutnya. Saya tidak tertarik pada karya-karya yang sudah dimasuki pesan-pesan kirinya. Saya suka buku Keluarga Gerilya dan Perburuan.” Para mahasiswa tidak protes karena mereka sadar akan perbedaan pendapat yang lepas di kampus.

Setelah itu, saya jumpa beberapa dosen dan mahasiswa yang mempelajari Indonesia. Saya perhatikan yang belajar tentang Jawa, benar-benar kemasukan kebiasaan-kebiasaan Jawa. Cara duduknya sangat sopan, yang bahkan di perkotaan Jawa, tidak berlaku. Menghadapi saya, mereka duduk di kursi tamu tanpa menyandarkan punggungnya. Letak kakinya pun tidak bebas. Tangannya ditaruh baik-baik di atas pangkuannya.

Ben Anderson meninggal di Batu pada dinihari tanggal 13 Desember 2015. Dia ahli tentang Indonesia papan atas di Amerika Serikat. Ratusan karya ilmiahnya. Beberapa hal yang menyebabkan dia menonjol adalah:

  1. Komunitas imajiner

Buku Imagined Communities merupakan karya yang meluas. Dia mengemukakan konsep imagined communities atau “komunitas imajiner.” Menurutnya, sebuah bangsa adalah komunitas imajiner yang mengikat anggota-anggotanya. Dalam sebuah bangsa, sesama anggotanya bisa jadi tak saling mengenal bahkan tak pernah melihat semua rekan sebangsanya namun bisa merasa sama-sama terikat dalam satu komunitas yang sama.

  1. Latar belakangnya multikultur

Ben lahir dari seorang ayah berkebangsaan Irlandia dan ibu berkebangsaan Inggris. Ia lahir di Tiongkok dan dibesarkan di Amerika Serikat. Dia menempuh pendidikan sarjana di kampung halaman sang ibu, tepatnya di Universitas Cambridge. Ia menyelesaikan studi doktoralnya di Cornell yang terletak di Amerika Serikat.

  1. Dilarang masuk Indonesia

Ben banyak menelurkan karya tentang dinamika sosial politik di Indonesia. Salah satu yang paling diingat dan kontroversial hingga dia dilarang masuk Indonesia selama era Orde Baru, adalah A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia yang ia tulis bersama Ruth T. McVey. Makalah ini sering disingkat sebagai The Cornell Paper.

  1. Otobiografinya

Ben konon sedang menyiapkan buku otobiografi.”Saya sedang menyusun otobiografi, dari masa kecil saya sampai sekarang. Mau bicara banyak tentang pengalaman-pengalaman pribadi saya,” katanya.

 

Kami berjalan kaki di kampus Cornell dengan hati-hati sebab salju sudah keras. Saya minta Cornell Paper. Saya pun diberinya, “Ini paper  yang kesembilan saya berikan karena delapan yang lain saya kirim ke Indonesia.” Delapan eks paper tersebut diberikan kepada lembaga intel di Jakarta.

Saya duga isi Cornell Paper tersebut disusun agak tergesa-gesa. Mereka menuliskannya dari jarak jauh atas peristiwa akhir September 1965 itu, tanpa pendekatan geografis. Hasilnya pun sangat sederhana. Kudeta itu soal intern tentara Angkatan Darat dan PKI tidak terlibat langsung. Tentu saja kedua hal tersebut membuat marah penguasa waktu itu.

Ben harus digantikan oleh ahli-ahli yang lebih muda dan melihat Indonesia dengan lebih tajam serta menjangkau masa depan yang jauh. (**)

Advertisement div class="td-visible-desktop">