spot_img

Besek Daging Kurban

SEPULUH hari lagi umat Islam merayakan Idul Kurban. Di Jakarta misalnya, banyak tanah kosong pinggir jalan dikuasai pedagang sapi dan kambing. Suasana rungsep dan kotor mulai terasa, apa lagi di hari H nanti, sampah plastik akan berserakan karena digunakan untuk mengemas daging kurban. Maka jauh hari Pemprov DKI bikin kebijakan, daging kurban jangan dikemas pakai plastik, tapi pakai besekan dari bambu. Ini demi mengantisipasi pencemaran lingkungan oleh plastik, yang terjadi setiap tahun dan turun temurun.

Tapi Pemprov DKI pada Idul Kurban kali ini menghadapi dua problem sampah sekaligus. Ya sampah plastik yang semakin meningkat, juga sampah birokasi gara-gara ada pejabat yang mau cari untung dalam moment keagaamaan ini. Dilaporkan kemarin, seorang pedagang sapi kurban di Utan Kayu mengeluh, ada camat di Matraman yang minta izin seekor sapi agar bisa jualan di wilayah Kecamatan Matraman.

Ini benar-benar sampah birokrasi yang selama ini selalu diberantas, tapi belum berhasil maksimal. Jaman Ahok sudah nyaris hilang, tapi ganti gubernur muncul lagi. Ironis memang; di kala Pemprov DKI memerangi sampah plastik, oknum pejabat muka plastik malah bermunculan. Bagaimana tak disebut muka plastik, karena mereka tak punya malu dan peduli atas usaha Pemprov untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.

Kalau plastiknya itu sendiri populer sejak tahun 1970-an, tapi kini populasi sampah plastik sudah mengancam dunia. Bahkan diberitakan, Indonesia menjadi pembuang sampah terbesar kedua di laut, setelah Cina. Kini sampah plastik menjadi musuh bersama. Untuk memerangi, Pemprov DKI mengharuskan daging kurban dikemas dalam besek. Meski bukan yang pertama, baguslah program itu.

Sebagai alat pengemas, plastik memang praktis dan ekonomis. Populer sejak tahun 1970-an, kini penduduk belahan dunia manapun tak bisa lepas dengan  plastik, termasuk RI. Tapi akibatnya sekarang, Indonesia menjadi pembuang sampah plastik ke laut, terbesar kedua sedunia setelah Cina.

Hasil survei Profesor Jambeck dkk dari University of Georgia AS itu tidak main-main. Bukti-bukti menunjukkan, biota laut mulai terganggu. Ikan paus banyak yang mati karena sarapan plastik, berupa mainan sampai alat rumahtangga.

Muka plastik (baca: tak punya malu) sebagaimana oknum pejabat di Matraman bisa hancur, tapi sampah plastik bisa bertahan ratusan tahun. Sudah diprediksi, pada 2040 kaum nelayan bakal kesulitan mencari ikan, karena karena populasi ikan terdesak oleh sampah plastik. Kalau masih ada ikan, paling-paling di Teluk Jakarta, karena pulau reklamasi sudah dibatalkan jaman Guberbur Anies dulu.

Berbagai Pemda mulai membatasi penggunanan plastik, termasuk DKI Jakarta. Maka menjelang Idul Adha 11 Agustus 2019 mendatang, Pemprov DKI mensosialisasikan larangan menggunakan plastik untuk kemasan daging kurban. Gubernur Anies mengajak rakyat Jakarta menggunakan kemasan besek dari bambu, dengan alasan dedaunan.

Langkah Gubernur Anies harus didukung, meski program ini sebetulnya sudah dilakukan juga oleh Pemda lain. Di samping sampah besekan mudah terurai (busuk), program ini bisa memberdayakan para petani bambu dan pengrajin anyaman. Harga Rp 2.000,- perbesek lebih menguntungkan, ketimbang Rp 500,- perbungkus plastik tapi mengancam anak cucu kita di masa depan.

Mumpung masih ada waktu, sebetulnya kemasan daging kurban tak cukup dengan besekan plastik, karena pasti harus ada penentengnya. Tak urung plastik masih digunakan juga. Untuk mengantisipasinya, kemasan bisa diganti dengan kreneng atau keranjang anyaman bambu untuk mengemas buah salak. Ini lebih praktis, karena menjadi lebih mudah untuk membawanya. (Cantrik Metaram)      

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles