China dan Korsel Berbalas Soal Kunjungan

0
129
Kebijakan Korsel memberlakukan tes Covid-19 bagi pelaku perjalanan dari China akibat lonjakan Covid di negara tirai bambu itu dibalas China dengan menghentikan penerbangan dari Korsel ke negerinya.

OTORITAS China menetapkan penghentian sementara layanan visa bagi warga negara Korea Selatan sebagai aksi balasan atas keharusan tes Covid-19 bagi warganya yang berkunjung ke negeri itu.

Menurut China, pemerintah Korsel dianggap berlaku diskriminatif dengan mewajibkan warganya yang berkunjung ke Korsel untuk menunjukkan sertifikat negatif Covid-19.

Sebaliknya, Jubir Kemenlu Korsel Lim Soo-suk (10/1) mengaku, kebijakan mereka murni berdasarkan analisis ilmiah, tidak terkait masalah politik dan menyebutkan mereka akan terus berkonsultasi dengan China.

China memutuskan penghentian layanan visa sementara setelah menlunya, Qin Gang menghubungi mutra kerjanya dari Korsel, Park Jin yang mengeluhkan kebijakan Korsel mewajibkan penumpang pesawat dari China menjalani tes Covid-19, baik tes reaksi berantai polimerase (PCR) mau pun antigen masing-masing dua kali.

Langkah Korsel mengikuti AS, Australia dan sejumlah negara Uni Eropa yang mewajibkan tes Covid bagi warganya dan siapa saja yang baru melakukan perjalanan dari negaranya dianggap China diskriminatif.

China semula terpaksa melonggarkan prokes Covid-19 menyusul aksi unjuk rasa besar-besaran di negeri itu menentang kebijakan “Zero Covid” melalui karantina total untuk membasmi dengan cepat, pandemi Covid-19.

Akibatnya, terjadi lagi lonjakan kasus-kasus Covid-19 akibat longgarnya prokes dan meningkatnya frekuensi perjalanan akibat terjadi euforia setelah warga dikekang selama sekitar tiga tahun sejak awal pandemi di negeri itu, medio Desember, 2019.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) sendiri sebelumnya juga meragukan data terkait angka penyebaran Covid-19 versi China yang dianggap ditutup-tutupi dan tidak transparan.

China sendiri menghentikan publikasi ke luar terkait angka penyebaran Civid-19 sejak November tahun lalu dengan alasan data korban t hanya diperuntukkan bagi kegiatan internal dan ilmiah.

Sejak 2020 hingga akhir 2022 China hanya melaporkan 5.200 kasus kematian akibat Covid-19 dan 40 kasus kematian dalam dua bulan terakhir, padahal dalam berbagai model penelitian, China diperkirakan mengalami lonjakan kasus hingga satu juta orang ( 2020 – 2022) dan 5.000 kematian.

Dugaan itu makin menguat tercermin dari antrian panjang di rumah-rumah persemayaman (rumah duka) dan krematorium mengingat banyaknya jenasah yang harus ditangani.

Mengutip Direktur Pusat Pencegahan dan Penanganan Endemi di Provinsi Henan, Kan Quan seperti dikutip harian People’s Daily,dari 90 persen dari 100-juta penduduk yang positif terpapar Covid-19, saat ini sudah mereda, begitu juga di Prov. Zhejiang dan Jiangsu.

(Reuters/AP/ns).

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">