Curahan Hati Pengungsi Rohingya di Medan: Harapan Kami Sudah Hancur

Mohammad Habib (52) pengungsi etnis Muslim-Rohingya di Medan, Sumatra Utara/ VOA Indonesia

MYANMAR – Seorang pengungsi etnis Muslim Rohingya, Myanmar, di Medan,  Mohammad Habib (49) mengisahkan tentang hidupnya yang terlunta-lunta di Indonesia.

Habib masuk ke Indonesia pada 19 November 2011 melalui perairan Tanjung Balai, Sumatera Utara, kemudian hidup di salah satu kamp pengungsian di Medan bersama para penyintas konflik kekerasan terhadap manusia dari negara lain.

Kini sudah 8 tahun dirinya hidup di kamp pengungsian itu dan berharap diberangkatkan ke negara ketiga yang merupakan tujuan akhirnya. Namun, hingga kini Habib bersama ratusan pengungsi etnis Muslim-Rohingya lainnya hanya bisa pasrah menunggu kabar baik diberangkatkan ke negara ketiga.

“Kami, orang Rohingya, sedih. Harapan kami sudah hancur. Pengungsi lain 2,5 sampai 3 tahun sudah berangkat ke negara ketiga. Sama-sama satu tempat tinggal pengungsi lain berangkat, kami tidak. Apa yang beda? Apa masalah?” kata Habib, sebagaimana dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (19/6/2019).

​Habib menjelaskan para pengungsi etnis Muslim-Rohingya di Indonesia juga tidak bisa pulang ke negara asal, yaitu Myanmar. Alhasil, para pengungsi etnis Muslim Rohingya menghadapi masa depan yang tak pasti.

Habib menambahkan dia dan rekannya telah menyampaikan protes ke United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) lantaran ada perlakuan berbeda dibanding pengungsi dari negara lain.

“Pengungsi Rohingya di Indonesia tidak bisa pulang ke negara asal. Pengungsi dari negara lain semua bisa pulang. Kenapa saya katakan seperti itu? Kami hanya bisa ke negara ketiga. Tapi pengungsi dari negara lain yang bisa kembali ke asal didahulukan,” kata Habib.

“Kami yang tidak bisa pulang seharusnya didahulukan (ke negara ketiga). Kenapa seperti ini? Saya tidak paham. Harapan sudah hancur, 8 tahun di sini. Pengungsi lain sudah dikirim ke negara ketiga. Kenapa kami orang Rohingya tidak bisa,” tanya Habib.

Senada dengan Habib, Mohammad Masud (25) pengungsi etnis Muslim Rohingya, yang sudah berada di Indonesia selama 4 tahun bersama istri dan anaknya juga kehidupannya tak jauh beda.

Kehidupan sehari-hari Masud bersama pengungsi etnis Muslim-Rohingya lainnya di kamp pengungsian hanya diisi dengan kegiatan makan dan tidur. Namun mereka senantiasa memimpikan kembali ke negara asalnya.

“Ke Indonesia karena ketika di laut negara apapun tidak mau terima. Nelayan yang lagi cari ikan di laut bantu masuk ke Indonesia. Kita bersyukur karena negara siapa pun tidak mau terima. Indonesia yang terima, kami bersyukur,” tutur Masud.

“Kami di sini cuma makan dan tidur, anak-anak belajar. Kami tidak boleh bekerja tapi anak-anak di bawah 12 tahun bisa belajar di sekolah negeri,” ungkap Masud.

Kini dirinya hanya berharap pada dunia yang bisa memulangkannya dan menjamin kehidupan di negara asalnya akan aman.

“Aku minta tolong ke dunia, orang Rohingya tidak bisa pulang ke negara asal tapi bantu amankan di sana,” tutur Masud.