Bismillahir-Rahmanir-Rahim (Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih – Maha Penyayang)
Pengantar:
Al-Qur’an, yang terdiri atas 30 juz, 114 surat, 6000 ayat lebih; menurut ‘Atha bin Yasar (19 – 103 H), jumlah kata-katanya ada 77.439; sedangkan hurufnya, kata Mujahid (21 – 104 H/642-722 M), berjumlah 321.180 – 323.740.
Semua kita tahu, surat terpanjang adalah Al-Baqarah (2), terdiri atas 281 – 283/285 ayat, 6121 kata, dan 25.500 huruf dalam catatan Abd al-Mun’im.
Unik dan menariknya, di Al-Baqarah ini pula ada ayat terpanjang. Persisnya ayat 283, dengan rincian kata 128 dan 504 huruf menurut Al-Zarkasyi (1344 – 1392 M). Ayat 26, yang akan dibedah dalam tulisan ini, pastinya bukan ayat terpanjang itu meskipun bukan pula ayat pendek. Inipun lebih tertuju pada kata “… ba’udhatan fa-ma fauqaha” yang cuma 3 kata dan 39 huruf. Setara dengan 0,0039 % dari keseluruhan kata dan 0,0012% dari keseluruh huruf Al-Qur’an.
Ada yang masih belum yakin dengan kemukjizatan Al-Qur’an ? Itu soal lain di luar bahasan utama. Yang jelas, Pencipta Corona adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa !
Bedah (bagian) Ayat 26 Surat Al-Baqarah
انّ الله لايستحيي أن يضرب مثلامابعوضة فمافوقها
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk, atau yang lebih rendah dari itu. Yakni, Allah tidak akan (pernah) segan, sungkan, ewuh-pakewuh, apalagi merasa malu untuk membuat perumpamaan walau dengan hanya mengangkat – tema -seekor nyamuk (ba’udhah). Karenanya, Allah tidak akan pernah meninggalkan hal-hal yang seperti itu. Jika perlu dengan yang lebih kecil dari ba’udhah.
Apa itu ba’udhah/nyamuk ? Dalam KBBI: “Nyamuk adalah serangga kecil bersayap, yang betina memiliki sepasang sungut yang dipakai sebagai pengisap darah (manusia dan binatang), bertelur di air yang tergenang.
Ba’udhah — menurut Abd al-Mun’im dan lain-lain — adalah serangga kecil yang memiliki dua sayap yang sangat dikenal itu. Di luar nyamuk, ternyata masih ada “serangga” yang lebih kecil lagi, sebagaimana ditunjukkan Al-Qur’an dalam kata “fa-ma fauqaha.”
Dipastikan jumlahnya banyak. Salah satunya adalah (binatang) “Virus,” yaitu “mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan [hanya] menggunakan mikrosop biasa, [karena] hanya [bisa] dilihat dengan menggunakan mikrosop electron, penyebab dan penular penyakit, seperti cacar, influenza (KBBI).
Sama halnya dengan nyamuk: ada nyamuk gajah, nyamuk harimau, nyamuk malaria, dan bahkan nyamuk pers [cuma pribahasa], virus juga ada Virus Epstein-Barr, Virus Coxsackie, dan lain-lain. Yang sedang “manggung” sekarang adalah Virus CORONA, yakni virus baru yang dapat menimbulkan gejala yang beragam, mulai dari pilek – hingga sakit parah dan bahkan berakibat pada kematian. Dahsyatnya, tingkat penularannya yang konon teramat cepat.
Menurut Dr. Imam Teguh Saptono (Dosen IPB), “Virus Corona berasal/bersumber dari kelelawar,” yang dikategorikan ke dalam “binatang liar.” Lawan binatang liar adalah hewan ternak; yang dalam Al-Qur’an disebut Al-An’am. Khususnya untuk binatang berkaki empat dan berkuku lebar – cepak seperti kambing, kerbau/lembu, dan unta. Hewan-hewan model itu dan yang senis dengannyalah yang dihalakan untuk dikonsumsi.
Begitu penting eksistensi binatang ternak bagi kehidupan umat manusia (khususnya mukminin-mukminat), sampai-sampai diabadikan sebagai nama surat Al-Qur’an. Tepatnya surat “Al-An’am/Cattele/Binatang Ternak,” atau surat ke-6 yang terdiri atas: 165 ayat, 3052 kata, dan 12,422 huruf.
Surat Al-An’am mengingatkan manusia agar hanya mengonsumsi binatang-binatang yang “halalan-thayyiban,” salah satunya kelompok binatang ternak. Di zaman modern sekarang, binatang ternak tentu tidak semata-mata untuk binatang-binatang berkaki empat yang disebutkan di atas. Namun, bisa dikembang-biakkan mengingat jenis binatang begitu banyak. Sebaliknya, Al-Qur’an tidak mentolerir (mengharamkan) orang-orang beriman “menyantap” binatang buas dan/atau hewan liar semisal ular dan kelelawar.
Manakala di antara manusia masih banyak yang tidak mengindahkan Al-Qur’an, maka pertanyaannya “salahkah kalau Allah mengatakan diri Nya tidak akan sungkan untuk “memperoduk” serangga kecil semisal laba-laba (al’ankabut), lalat (dzubab/dzubabah), dan nyamuk (ba’udhah) ?
Tentu bergantung cara orang memandangnya. Banyak orang yang tetap berfikir positif dan logis dengan tetap mengimani bahwa semua itu adalah benar sebagai hak (prerogatif) Allah (annahu al-haqqu min rabbihim); namun bersamaan dengan itu tidak sedikit pula manusia yang menyangsikan bahkan mempertanyakan apa maunya Allah membuat semua ini ?