Equador: Jasad Korban Covid-19 Bergeletakan

Peti mati berisi jasad korban Covid-19 di kota Guayaquil, Equador diletakkan begitu saja di emper-emper bangunan, trotoar atau lahan kosong karena tidak ada yang mengurusnya di tengah ancaman kematian akibat wabah Covid-19. Foto:AP)

PANDEMI Covid-19 menjadi tragedi umat manusia di salah satu negeri di lintasan katulistiwa, Equador, karena untuk memakamkan ribuan jasad korban Covid-19 yang bergeletakan di jalan-jalan saja, pemerintah dan warga  sudah tidak berdaya.

Ditutupi terpal atau kain seadanya, bungkus kresek atau masih lumayan peti-peti mati terbuat dari kardus , jasad-jasad korban digeletakkan  di sepanjang trotoar dan sisi jalan, di lapangan terbuka dan di emper-emper bangunan di Guayaquil, kota terbesar Equador di Prov. Guayas.

Outbreak Covid-19 berlangsung begitu cepat karena lambatnya upaya pemerintah melakukan deteksi terhadap warga yang terpapar virus maut itu sehingga menewaskan sekitar 14.000 orang sejak awal Maret.

Koran New York Times mengutip laporan dokter menyebutkan, isolasi bagi warga yang terpapar Covid-19 sulit dilakukan karena minimnya alat untuk mengambil specimen mereka, baik melalui rapid test mau pun  polymerase chain reaction (PCR) yang lebih akurat.

Sementara rumah-rumah sakit, kewalahan menampung ledakan jumlah pasien, karena minimnya tempat tidur, ruang bertekanan negatif dan alat bantu pernafasan (ventilator) sehingga terpaksa cuma meminta calon pasien yang sudah sekarat pun menunggu sampai bisa dilayani.

Seorang warga bernama Fernando Espana dengan nada putus asa mengeluh pada CNN bahwa ia telah menunggu selama lima hari tanpa kejelasan untuk meminta petugas RS membawa keluarganya yang terpapar Covid-19 ke RS.

“Kami lelah menghubngi nomor darurat 911, namun petugas RS hanya meminta kami menunggu, karena mereka sedang bekerja keras menangani pasien lain,”  tutur Espana.

Jasad-jasad yang sudah membengkak dan mengeluarkan bau menyengat dibiarkan berhari-hari tergeletak dihinggapi tungau di sepanjang trotoar, di pinggir jalan atau emper-emper bangunan mejadi pemandangan biasa di kota berpenduduk tiga juta jiwa itu.

Pemerintah Equador juga mulai menyediakan beberapa konntainer raksasa di kota Guayaquil untuk menampung jasad-jasad korban Covid-19 yang dikhawatirkan menjadi ancaman bagi warga yang masih bertahan hidup karena menjadi sarang penyakit.

Lembaga-lembaga kemanusian membagikan peti-peti jenasah terbuat  dari karton, paling tidak untuk membuat para ahli kubur itu tampak lebih terhormat karena tidak banyak warga yang mampu membeli peti mati.

Peti Mati, Langka dan Mahal

Selain melonjak harganya, dari biasanya sekitar 1,5 juta ECS (Sucre) Equador atau sekitar Rp 900 ribu menjai 10 juta ECS (sekitar Rp6,4 juta), peti mati juga sulit didapat karena melonjaknya permintaan akibat banyaknya korban Covid-19 yang tak  bisa diselamatkan.

Di tengah ancaman kematian terhadap warga Guayaquil dan kota-kota laindi Equador, tidak banyak yang bisa diperbuat oleh negara, sementara Wapres Equador Otto Sonenholzner hanya bisa memohon maaf pada rakyatnya.

Malapetaka yang terjadi di Equador, terutama di kota Guayaquil, hendaknya dijadikan pelajaran berharga bagi Indonesia yang sedang bergulat memerangi outbreak wabah Covid-19 yang kemungkinan mencapai puncaknya akhir April atau Mei nanti.

Jika saja program rapid test dan social distancing yang sedang digencarkan pemerintah melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), termasuk seruan untuk tidak mudik bagi perantau gagal atau tidak efektif, bahaya sedang mengintai bangsa ini.

Tanpa berniat untuk menakut-nakuti, sejumlah pakar di dalam mau punluar negeri juga memprediksi, jumlah korban terpapar bisa mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang jika ledakan (outbreak) Covid-19 tidak bisa dicegah.

Alasannya, kondisi sosial, ekonomi dan budaya membuat sebagian warga tidak berdisplin, bahkan abai terhadap seruan pemerintah agar tinggal di rumah, sementara sanksi hukum juga sulit ditegakkan mengingat luasnya wilayah yang banyak pintu-pintu keluar-masuknya.

Ancaman outbreak Covid-19 sudah di depan mata, sehingga jajaran pemerintah pusat dan daerah serta segenap komponen bangsa harus lebih serius mengantisipasinya, tidak bisa bermain-main lagi. (CNN/New Rok Times/NS)