YOGYAKARTA – Salah satu pemicu negara produsen beramai-ramai ingin memasukan beras ke Indonesia adalah karena harga beras di Indonesia tergolong mahal di dunia.
KBK mengutip pernyataan Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bustanul Arifin di Yogyakarta, Kamis (26/5/2016), dari Pikiran Rakyat, “Mana bisa kita bersaing dengan menolak impor. Mereka yang lebih murah akan mengalir ke tempat yang lebih mahal. Pasar kita menarik bagi mereka,” katanya.
Menurutnya, rata-rata harga beras premium di Indonesia saat ini mencapai Rp 12.000 per kilogram dan beras medium mencapai minimal Rp 10.000 per kilogram.
Sementara harga beras di negara-negara produsen beras lainnya seperti Thailand, Vietnam, dan India masih berkisar 350-400 dolar AS per ton yang jika dikirim ke Indonesia ditambah ongkos kirim dan ongkos angkut masih berkisar Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per kilogram.
Bustanul menduga terjadi kebocoran subsidi pupuk dan benih, “Saya menduga tingginya harga beras di Indonesia, selain disebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi juga kemungkinan dipicu adanya kebocoran subsidi pupuk maupun benih,” tuturnya.
Subsidi pupuk yang dicanangkan pemerintah pada 2015, menurut dia, telah dianggarkan mencapai Rp 39,5 triliun, namun kenyataannya di lapangan harga pupuk bersubsidi masih mahal berkisar Rp 2.200 per kilogram, padahal seharusnya bisa mencapai Rp 1.950 per kilogram.
“Untuk benih juga disubsidi di atas Rp 1 triliun, ternyata mencari benih sampai sekarang masih susah,” ujarnya.
Ia berharap, pemerintah dapat meningkatan produktivitas beras sehingga Indonesia tidak jadi lahan impor, tapi bisa mengekspor beras.
Sementara itu, Wasito Hadi, Kepala Subbidang Irigasi dan Rawa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, mengatakan tingginya harga beras di Indonesia antara lain disebabkan beras yang beredar kebanyakan adalah beras premium. Sementara untuk memproduksi beras medium susah dilakukan karena mutu gabah beras petani rendah akibat dampak elnino.
“Beras medium yang dicari Bulog kan minimal kadar airnya 25 persen, sementara karena dampak elnino kadar airnya menjadi di bawah 20 persen, sehingga harus digiling menjadi beras premium,” katanya.
Selain itu, skala usaha tani yang masih rendah dengan rata-rata luas lahan 0,2-0,3 hektare. Seharusnya, luas lahan pertanian idealnya minimal 2 hektare yang paling tidak dapat digarap secara berkelompok.
“Kalau saja dengan sistem mekanisasi dengan skala usaha minimal 2 hektare dengan digarap secara berkelompok mungkin akan lebih efisien,” tuturnya.