Hari Bipolar Sedunia: Meningkatkan Kesadaran dan Menghapus Stigma

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Ksehatan RI, dr. Imran Pambudi

Setiap tanggal 30 Maret, dunia memperingati Hari Bipolar Sedunia atau World Bipolar Day. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gangguan bipolar, salah satu masalah kesehatan mental yang sering kali disalahpahami.

Tema tahun ini adalah “Bipolar Strong”. Tema ini menyoroti ketahanan, keberanian, dan solidaritas individu yang hidup dengan gangguan bipolar. Kampanye tahun ini bertujuan untuk menggeser fokus dari stigma menuju kekuatan, pemberdayaan, dan koneksi sosial, mendorong individu untuk berbagi pengalaman mereka serta meningkatkan kesadaran tentang bipolar di seluruh dunia.

Hari Bipolar Sedunia diperingati bertepatan dengan hari kelahiran seniman terkenal asal Belanda, Vincent van Gogh, yang diyakini mengidap gangguan bipolar.

Van Gogh adalah simbol perjuangan dan kreativitas, meskipun ia menghadapi tantangan kesehatan mental yang berat. Peringatan ini merupakan inisiatif dari International Society for Bipolar Disorders (ISBD) pada tahun 2014, bekerja sama dengan International Bipolar Foundation (IBPF) dan Asian Network of Bipolar Disorders (ANBD).

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran global tentang gangguan bipolar dan memberikan informasi yang mendidik masyarakat.

Apa Itu Bipolar?

Salah satu tujuan utama Hari Bipolar Sedunia adalah menghapus stigma yang sering kali melekat pada gangguan bipolar. Stigma ini dapat menghalangi individu untuk mencari bantuan dan memperburuk kondisi mereka. Dengan meningkatkan kesadaran dan edukasi, masyarakat dapat lebih memahami bahwa gangguan bipolar adalah kondisi medis yang dapat dikelola dengan dukungan yang tepat.

Gangguan bipolar adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai oleh perubahan suasana hati yang ekstrem, dari episode manik (euforia berlebihan, hiperaktif, dan impulsif) hingga episode depresi (kesedihan mendalam, kehilangan energi, dan putus asa). Perubahan suasana hati ini dapat memengaruhi produktivitas, hubungan sosial, dan kualitas hidup seseorang.

Gangguan bipolar terbagi menjadi beberapa jenis, termasuk : Bipolar I, Bipolar II, dan Cyclothymia, dengan gejala yang bervariasi pada setiap individu. Penelitian dari University of Michigan menemukan bahwa penderita bipolar memiliki risiko kematian dini empat kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Studi ini menyoroti pentingnya pendekatan holistik yang mencakup pengelolaan kesehatan fisik dan mental.

Kejadian Bipolar di Global dan Indonesia

• Global: Menurut data dari WHO, sekitar 40 juta orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan bipolar, yang setara dengan 0,53% populasi global. Gangguan bipolar adalah salah satu penyebab utama disabilitas di dunia, terutama di kalangan usia produktif. Prevalensi gangguan bipolar hampir sama antara pria dan wanita, meskipun wanita lebih sering didiagnosis.

• Indonesia: Berdasarkan data dari Bipolar Care Indonesia, prevalensi gangguan bipolar di Indonesia diperkirakan mencapai 1-2% populasi. Meskipun data spesifik belum tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018), Menteri Kesehatan RI menyebutkan bahwa gangguan bipolar adalah salah satu masalah kesehatan mental yang signifikan, dengan jumlah penderita yang terus meningkat.

Dalam setahun terakhir, beberapa publik figur di Indonesia telah berbagi pengalaman mereka tentang hidup dengan gangguan bipolar, yang membantu meningkatkan kesadaran Masyarakat, antara lain:

• Marshanda, artis Indonesia ini telah lama dikenal sebagai salah satu figur yang secara terbuka berbicara tentang gangguan bipolar yang ia alami. Marshanda terus menjalani pengobatan dan terapi untuk mengelola kondisinya, sekaligus menjadi advokat kesehatan mental yang aktif.

• Medina Zein, selebgram ini mengungkapkan bahwa ia telah hidup dengan gangguan bipolar selama lebih dari tiga tahun. Medina secara terbuka berbagi perjuangannya, termasuk menjalani pengobatan intensif di rumah sakit jiwa.

• Awkarin, influencer ini mengaku mengidap bipolar ringan (mild bipolar) dan pernah mengalami episode yang hampir membuatnya menyerah. Awkarin kini aktif berbicara tentang pentingnya dukungan kesehatan mental.

Langkah-Langkah Penanganan

• Diagnosis Dini: Penting untuk mengenali gejala gangguan bipolar sejak dini agar dapat dilakukan intervensi yang tepat.

• Pengobatan: Kombinasi terapi obat (seperti mood stabilizer) dan psikoterapi (seperti Cognitive Behavioral Therapy) adalah pendekatan yang efektif. Sebuah studi di Indonesia menunjukkan bahwa terapi kognitif perilaku efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien bipolar terhadap pengobatan. CBT membantu mengatasi distorsi kognitif yang sering kali menjadi penghalang dalam pengelolaan kondisi ini.

• Dukungan Sosial: Keluarga dan teman memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional dan praktis.

• Edukasi Masyarakat: Kampanye kesadaran untuk mengurangi stigma dan meningkatkan pemahaman tentang gangguan bipolar.
Gangguan bipolar tidak hanya memengaruhi individu yang mengalaminya, tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitar.

Beberapa dampak yang sering terjadi meliputi:

• Kesehatan Fisik: Gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko penyakit fisik seperti diabetes dan penyakit jantung akibat stres kronis.

• Hubungan Sosial: Perubahan suasana hati yang ekstrem sering kali memengaruhi hubungan interpersonal.

• Produktivitas: Episode manik dan depresi dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk bekerja atau belajar secara konsisten.

Hari Bipolar Sedunia adalah pengingat bahwa setiap individu dengan gangguan bipolar memiliki potensi untuk menjalani kehidupan yang penuh makna.

Dengan dukungan komunitas, akses pengobatan, dan pemahaman yang lebih baik, kita dapat menciptakan dunia yang lebih inklusif dan mendukung bagi mereka yang hidup dengan gangguan bipolar.

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here