spot_img

HUT ke-77 RI: Ahlak dan Kepemimpinan Perlu Dibangun

HUT ke-77 RI ditandai sejumlah capaian pembangunan pesat  sarana dan prasarana publik serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sejak 2014.

Sebut saja, ruas jalan tol yang sudah dibangun sepanjang 2.500 Km dan pada akhir kepemimpinan Jokowi pada periode kedua 2024 nanti diharapkan sampai 4.761 Km tersebar di P. Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan dan Sulawesi.

Kini sudah ada 367 bandara di berbagai wilayah, termasuk 10 gerbang pintu  masuk internasional dan sisanya untuk jalur penerbangan domestik dan juga penerbangan perintis antarpulau sampai ke pelosok Papua.

Terkait konektivitas transportasi laut, kini tersedia 2.439 pelabuhan atau meningkat 38,6 persen dibandingkan jumlah pelabuhan pada 2020 sebanyak 1.760. Sebagian pelabuhan melayani jalur lintas tol laut untuk memperlancar angkutan barang dan jasa.

Sudah dibangun pula 203 bendungan yang berfungsi a.l.untuk  pertanian, sumber air, budidaya ikan dan pariwisata. Tidak semua sarana dan prasarana dibangun pada era kepemimpinan Jokowi, namun tidak terbantahkan, paling banyak dibandingkan presiden terdahulu.

Salah satu indikator hasil pembangunan juga tercermin dari kenaikan tajam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam 12 tahun terakhir (2010 – 2021) dari 66,53 menjadi 72,29.

IPM yang diinisiasi Program Pembangunan PBB (UNDP) sejak 1990-an dan diadaptasi oleh BPS dijadikan tolok ukur pencapaian pembangunan dengan menekankan kualitas hidup dari dimensi usia panjang, hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak.

Usia harapan hidup penduduk Indonesia yang lahir pada 2021 bakal mencapai 71,57 tahun, mengindikasikan terjadinya peningkatan kesehatan masyarakat.

Sedangkan IPM terkait lama manusia Indonesia sekolah: 8,54 tahun, sedangkan pengeluaran per-kapita paritas daya beli (purchasing power) Rp11,156 juta per orang.

Bandingkan capaian IPM 2010 dimana usia harapan hidup manusia Indonesia baru mencapai 69,81 tahun, rata-rata lama sekolah 7,46 tahun dan pengeluaran per kapita Rp9,647 juta.

Sukses membangun mekanisme ketahanan pangan dan capaian swasembada beras 2019 sampai 2021 yang diakui oleh Institut Riset Padi Int’l (IRRI) dan sukses penanganan Covid-19 menurut penilaian Badan Pangan Dunia (WHO) juga bakal menjadi legacy kepemimpinan Jokowi.

 

Krisis Ahlak dan Kepemimpinan

Namun pembangunan sejatinya tentu tidak hanya menyangkut sarana dan parasarana fisik dan kualitas manusia dari indikator IKM saja, tetapi juga karakter bangsa khususnya dari sisi ahlak.

Politisi yang menjadi wakil rakyat atau birokrat  yang bertumbangan di pusaran arus korupsi atau rasuah sejak terbentuknya KPK pada 2002 adalah cerminan rendahnya komitmen kebangsaan dan ahlak para elite di negeri ini.

Sejak 2004 sampai 2021, tercatat 310 anggota DPR dan DPRD (ada pimpinannya juga) terjerat kasus korupsi, 22 gubernur, 148 walikota dan bupati serta 12 menteri, belum lagi dubes, kepala badan atau lembaga dan posisi penting lainnya.

Sementara kasus “polisi tembak polisi” yang tiap hari menghiasi hampir seluruh program TV nasional, pagi, siang dan malam sejak kasusnya dibuka ke publik tiga hari setelah kejadian (11/7), semakin terkuak, ada indikasi rekayasa yang dilakukan berjamaah di tubuh Polri.

Pucuk pimpinan Polri sendiri akhirnya mengakui adanya rekayasa oleh kalangan internal dan Presiden Jokowi tak kurang empat kali mengingatkan agar kasus ini dibuka seterang-terang dan seadil-adilnya demi tegaknya keadilan serta menjaga citra dan marwah Polri.

Bayangkan, kepada siapa lagi rakyat akan percaya, jika Polri sebagai penegak hukum an pengayom masyarakat, bisa secara sistematis, terstruktur dan massif merekayasa kasus pembunuhan terhadap anggotanya sendiri?

Sejauh ini sudah 63 anggota polisi diperiksa termasuk seorang jenderal bintang dua dan dua jenderal bintang satu, sejumlah perwira menengah, perwira pertama, bintara sampai tamtama.

Dari perspektif lebih luas, perombakan total Polri perlu dilakukan, agar kasus serupa tidak terulang kembali, dan lebih jauh, agar anomali atau berbagai praktek penyimpangan lainnya bisa dideteksi sedini mungkin.

Tidak hanya Polri, pengawasan lebih ketat terhadap instansi yang personilnya memegang senjata dan  dibekali dengan ilmu kanuragan seperti TNI perlu ditingkatkan guna mencegah anomali, perbuatan tercela atau penyimpangan dari tugas dan fungsinya.

Contoh perbuatan sangat tak manusiawi  tercermin dari kasus Kol. Priyanto yag bersama dua bawahannya (Kopda Anderas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh) membuang jasad dua sejoli remaja pengendara sepeda motor (Handi Saputra dan Salsabila) yang tertabrak mobil mereka ke Kali Serayu, Jawa Tengah (8 Des. 2021).

Kasus yang mencoreng nama TNI juga dilakukan oleh Kopda Muslimin dari Kodam Diponegoro di Semarang, Jateng, yang semula berupaya membunuh isterinya dengan berbagai cara, namun gagal, lalu memanfaatkan jasa pembunuh bayaran.

Isteri pelaku, Rina Wulandari dalam kejadian itu (18 Juni ’22) lolos dari maut walau ia ditembak dari jarak dekat dengan pistol oleh pembunuh bayaran dan mengalami luka-luka di perutnya, sebaliknya, Muslimin bunuh diri menenggak racun setelah buron.

Masih banyak anggota TNI atau Polri yang “lurus” dan berdedikasi, sehingga oknum-oknum yang melakukan penyimpangan, misalnya jadi “backing-backingan” bandar judi, terlibat pengedaran narkoba atau aksi-aksi kriminalitas lainya yang merusak citra kedua instansi perlu ditindak.

Di ranah publik, aksi-aksi tawuran antarsiswa, kampung atau kelompok, aksi-aksi klitih di Yogyakarta dengan melakukan penyerangan atau penganiayaan orang lain tanpa sebab, sangat mengganggu ketertiban umum sehingga harus dihentikan.

Lebih miris lagi, kasus pencabulan dan perkosaan  terhadap belasan santriwati di pesantren Tahfidz Madani, Bandung oleh guru dan pimpinannya Ustadz Herry Wirawan sehingga beberapa orang melahirkan bayi akibat perbuatan bejatnya.

Terdakwa yang melakukan perbuatannya bertahun-tahun akhirnya divonis hukuman mati dan kebiri oleh Pengadilan Negeri Bandung, 11 Januari lalu.

Kasus lainnya, pencabulan sejumlah santriwati yang dilakukan oleh pengajar yang juga anak pemilik pondok pesantren Shidiqqiyah, Jombang,  M. Subchi Azal Tsani . Penangkapan Subchi dengan mengerahkan lebih 100 anggota polisi (7 Juli ’22) sempat dihalang-halangi masa pendukungnya.

Berbagai kasus perundungan dan pencabulan termasuk di sekolah yang berbasis keagamaan bagai fenomena “gunung es” yang hanya tampak sebagian yang muncul di permukaan.

Maraknya praktek korupsi yang menjerat sejumlah elite, kasus pembunuhan berencana dengan tersangka Irjen. Sambo, Kopda Muslimin, pencabulan massal khususnya di sekolah berbasis agama atau tawuran tanpa sebab, jangan dianggap sebagai peristiwa kasuistis.

Bisa jadi, kasus-kasus tersebut dalam perspektif lebih luas merupakan cerminan anomali atau penyimpangan moral dan ahlak akibat krisis kepemimpinan atau pembiaran dan rusaknya karakter bangsa yang sudah terjadi secara terstruktur, massif dan sistematis dan berlangsung lama di berbagai institusi di negeri ini.

Jika itu yang terjadi, tanpa perombakan total, melalui revolusi mental kongkrit, tidak sekedar slogan, agaknya Indonesia sukar untuk menapak “naik kelas” ke level deretan negara-negara maju.

Diharapkan pula agar Parpol yang menjadi “gudang” kader kepemimpinan bangsa tidak hanya “greget” atau proaktif pada saat-saat menjelang kampanye pilkada atau pemilu, tetapi benar-benar mewakili aspirasi rakyat yang menjadi konstituennya.

Dirgahayu RI! Kini waktunya bagi segenap instansi, parpol, para elite   dan seluruh elemen bangsa di negeri ini untuk introspeksi dan bersih-bersih diri, mengingat persaingan ketat global akan dihadapi ke depannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles