Jaringan Utilitas

Perhatikan, beginilah jaringan utilitas di Jakarta. Kabel telepon, PLN, dan sejumlah provider internet "bergulat" bikin rusak pemandangan.

SEJAK era Gubernur R. Suprapto (1982-1987) Pemprov DKI resah dengan jaringan utilitas yang tak berkualitas di Ibukota. Tapi ternyata sampai sekarang, tidak juga kunjung beres. Giliran kini Plt Gubernur Heru Budi Hartono yang kecewa gara-gara jaringan utilitas yang masih saja semrawut di sana-sini. Dulu Gubernur R. Suprapto  disusul Sutiyoso (1997-2007) telah mencoba mengatasinya, tapi hasilnya masih jas bukak iket blangkon alias sama jugak sami mawon!

Plt Gubernur Heru kemarin bersama Apjatel (Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi) meninjau jaringan utilitas di daerah Jl. Gunung Sahari (Jakpus) dan  Jl. Rasuna Said Kuningan (Jaksel). Di kedua lokasi ini ditemukan utilitas yang tak sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Misalnya galian utilitas itu aturannya minimal berkedalaman 1,5 meter, kenyataannya kurang dari itu.

Tak hanya pejabat Gubernur, Kadis Bina Marga DKI  Hari Nugroho juga kesal atas ulah rekanan anggota Apjatel tersebut. Mereka kini minta tempo 2,5 bulan untuk menertibkannya. Tapi awas, jika sampai tenggat waktu habis tak kunjung beres, Hari sebagai bawahan Heru takkan ragu lagi untuk memotong sendiri kabel-kabel semrawut tersebut.

Ketika Gubernur R. Suprapto membentuk Badan Kordinasi Galian Kabel (Bakor Gabel?-Pen) dan Sutiyoso mendapuk SJUT (Sarana Jaringan Utilitas Terpadu), ternyata tidak ngefek hingga kini. Di jaman Suprapto – Sutiyoso jaringan utilitas itu baru milik PLN dan Telkom, mestinya penertiban lebih mudah dilakukan. Faktanya, sebelum semuanya berhasil dibenahi, Indonesia memasuki era internet. Provider internet bukan monopoli Indihom milik Telkom, tapi ada juga First Media, TransVision, BiznetHome, MNCPlay, Oxygin,  dan masih ada lagi yang lain.

Jaringan kabel mereka ada yang modal tiang sendiri, ada pula yang (awalnya) nebeng tiang PLN seperti First Media, mungkin modalnya masih nipis. Nah gara-gara berbagai provider masuk perumahan, kabel-kabel sepanjang jalan lingkungan jadi nampak centang-perenang. Satu titik kadang bergerombol sejumlah tiang. Ada dari PLN, Telkom, dan sejumlah tiang lainnnya milik provider tertentu.

Di sinilah pemandangan mulai rusak, jika tak mau disebut nyepeti mata. Ada sejumlah rumah yang di depannya terkesan seperti sedang beternak tiang telepon. Paling kreatif di jalan raya Ciputat-Sawangan. Mengingat begitu banyaknya tiang telepon bergerombol, warganya ada yang mencoba mengecat tiang-tiang itu dengan warna kuning dan pada jarak tertentu dilukis bagaikan ruas bambu. Dari jauh jadi nampak seperti rumpun bambu kuning.

Provider itu ketika memperluas jaringan masuk perkampungan ada yang kulanuwun ke lurah setempat dulu, tapi ada juga yang selonong boy langsung ketemu RT-RW-nya  saja. Mereka bukan pejabat provider, tapi orang-orang dari kontraktor atas komando korlap (kordinator lapangan).

Para korlap provider ini ada yang bersikap jujur, ada pula yang niatnya memang mau jadi penipu. Maksudnya begini: kepada RT-RW menjanjikan fee setiap tiang misalnya Rp 150.000,- sekedar untuk mengisi kas RT atau RW. Celakanya, begitu selesai pemasangan tiang, korlap berikut anak buahnya langsung kabur. Kadang ada pula, dari provider sampai korlap bener, tapi oknum RT-RW-nya yang nakal. Uang kompensasi itu dikantongi sendiri tidak masuk pembukuan RT atau RW.

Sungguh mengherankan, masih muda-muda sudah menjadi penipu. Tapi kata petugas jaringan PT Telkom, korlap dari provider memang banyak yang suka nakal. Dari provider bener, tapi uangnya tak disalurkan ke RT-RW yang termakan bujuk rayunya. Maka saran mereka, bayar dulu fee itu batu boleh dikerjakan. Jika tidak banyak yang lari dan wasalamlah.

Semoga dengan kesalnya Heru dan Hari dari Pemprov DKI, menjadi cambuk bagi rekanan Apjatel dalam bekerja, jangan asal-asalan. Warga Ibukota sangat mendambakan jaringan utilitas di DKI segera tertib dan rapi dipandang. Kabel PLN yang “bergulat” dengan kabel Telkom dan sejumlah provider internet, ada di mana-mana dan ini sungguh bikin sepet mata.

Setahu penulis sejumlah perumahan di Ibukota sudah banyak juga yang memasang jaringan utilitasnya di dalam tanah. Misalnya Kompleks Bina Marga Cipayung, atau Rafles Hill di Cibubur. Di tempat ini tak ada hutan tiang telepon dan kabel-kabel yang malang melintang di jalan raya dan lingkungan. Semoga ini menjadi merata di seluruh penjuru DKI. (Cantrik Metaram)