Karsih Menanti Uluran Kasih

Suasana dalam gubuk milik Karsih (70)/ KBK

Hembusan angin malam menusuk tulang Karsih  dalam setiap tidurnya. Pasalnya bilik bambu yang menjadi tembok rumahnya sudah reyot dan berlubang. Rapuhnya atap gubuk berukuran 6×3 m tersebut juga mengancam keselamatan Karsih setiap saat.

Hanya berjarak tiga jengkal dari tanah, Karsih tertidur lelap. Di atas bale kayu yang dialasi  kain tampak lusuh. Dalam keadaan gelap,  listrik tidak mengalir ke rumahnya, Janda berumur 70 tahun ini terbangun mendengar suara ayam berkokok kencang sekali. Hanya lima langkah, kandang ayam  dapat dihampiri Karsih dari tempat tidurnya. Aroma tidak sedap kotoran ayam juga sudah biasa Karsih hirup sehari-hari.

Sesegera mungkin dirinya membuka kandang ayam tersebut. Tak menunggu lama, enam ayam piaraannya langsung lompat keluar kandang. Seakan sudah tahu bahwa akan ada beras yang disebar oleh majikannya di depan gubuk. Tiga kepal beras sudah ditebar untuk ayam piaraanya. Tampak tersisa setengah kantung pelastik kecil sisa beras miskin (raskin) yang ditebusnya beberapa minggu yang lalu dengan harga Rp 10 ribu untuk lima liter.

Tanpa pikir panjang Karsih memasak beras tersebut di tungku yang terletak antara kandang ayam dan kasur miliknya. Dengan cepat ia membuat api untuk memasak. Tumpukan kayu yang akan dibakar ditaburi serbuk kayu yang ia kumpulkan dari pengrajin jendela tak jauh dari rumahnya. Serbuk kayu tersebut sebagai pengganti minyak untuk mempermudah membakar kayu.

“Kalo pake minyak mahal, mungkin Allah sudah mengatur, ada tukang kusen deket rumah saya,” ujar Karsih.

Nasi sudah matang, lauk ikan sisa kemarin masih dapat dimakan hari ini. Wanita renta sebatang kara ini langsung berjalan untuk mengambil air minum. Di gubuk reyotnya tidak ada kamar mandi ataupun sumur. Untuk MCK Karsih biasa melakukannya di kali tepat berada di samping rumahnya. Airnya sangat keruh, berjarak lima meter dari jamban yang terbuat dari kayu dan seng. Namun Karsih kerap mencuci baju dan mandi di tempat itu.

Setidaknya 500 meter harus ditempuh Karsih untuk mendapatkan dua ember air minum. Persediaan tersebut cukup untuk minum  dua hari kedepan. Kakinya yang sudah tua dan pincang menyulitkan langkah Karsih menenteng dua ember air. Tak jarang ia merasa lelah dan memutuskan untuk beristirahat.

“Lebih dari lima kali saya istirahat. Kadang di halaman rumah orang, kadang di bawah pohon, kadang juga duduk aja di tanah kalau sudah gak kuat jalan lagi,” jelasnya.

Sudah sepuluh tahun lebih Karsih tinggal sebatang kara. Arifin, suaminya meninggal tahun 2005 silam. Sedangkan dalam pernikahannya dengan Arifin, pasangan tersebut tak dikaruniai seorang pun keturunan. “Dulu pernah saya adopsi anak. Mungkin karena gak kuat sama keadaan, dia kabur sampai sekarang gak pulang,” terangnya.

Semasa hidupnya, almarhum suami Karsih bekerja sebagai penjual abu gosok. Beberapa tahun sebelum Arifin meninggal, penyakit lupa atau pikun yang diderita suaminya semakin parah. Pernah suatu hari, suaminya tak pulang ke rumah saat diminta tolong belanja. Karena pikun, lanjutnya, ia ternyata nyasar sampai ke Serang, Banten.

Saat itu Karsih dan warga sekitar sempat panik dan segera melaporkan ke Polisi. Beberapa hari kemudian ada kabar dari pihak kepolisian yang menghubungi salah seorang warga. Kabar tersebut menyatakan bahwa Arifin ditemukan tampak kebingungan mencari jalan pulang.

Dalam kesehariannya, Karsih tidak sanggup lagi bekerja mencari uang. Hanya dengan menjual ayam ia mendapat  uang sekira Rp 30 ribu. “Tapi kan berbulan-bulan ayam baru bisa dijual,” pungkasnya.

Pada masa panen padi menjadi berkah yang luar biasa baginya. Gubuk miliknya di Kp. Tanah Sebelah, Kedung Dalam, Mauk, Tangerang tepat berada di pinggir sawah milik salah serorang warga.  Jika petani memanen, Karsih menunggu dengan sabar sisa-sisa padi yang tidak diambil  petani. Butir demi butir ia kumpulkan padi-padi itu.

Tak jarang ada warga yang memberikan bantuan berupa sembako ataupun uang. Namun, tak banyak yang bisa dilakukan warga setempat, karena ekonomi mereka yang notabene buruh dan petani juga memiliki keterbatasan.

Karsih menanti uluran kasih kita. #MariMembantu