Kehancuran Gaza Bak Satila

0
234
Warga Gaza di reruntuhan rumahnya. Foto:ist

Hanya dengan melihat puing dan kehancuran yang ada di sekitarnya di Jalur Gaza, telah mengembalikan ingatan penyair wanita Palestina Rihab Kan’aan pada pembantaian yang terjadi dan telah merenggut 53 anggota keluarganya di Satila Libanon.

Meski berbeda 33 tahun, namun peristiwa mirip berupa pembunuhan, kehancuran dan potongan-potongan tubuh yang berserakan di gang-gang dan jalan-jalan Gaza dengan pembantaian yang terjadi pada keluarganya di Libanon, membuat Rihab bersuara penuh kesedihan saat pertama melihat kehancuran Gaza pasca perang 2014.

“Sepertinya saya tidak sedang di Gaza, saya sedang di Satila. Ini adalah bangunan yang sama, yang dihancurkan di atas kepala keluarga saya, ini adalah darah dan potongan-potongan tubuh yang sama,” ungkapnya.

Rihab mengatakan, “Potongan-potongan tubuh di tanah dan darah seperti sungai. Yang lebih sulit dari itu adalah ketika perut-perut wanita hamil dibedah tanpa ampun, kuburan-kuburan massal digali, mayat-mayat ada di semua tempat di kamp pengungsi Sabra dan Satila, jumlah korban yang gugur kala itu mencapai 5000 orang dan yang hilang 7000 orang.”

Dia menjelaskan, “Orang-orang keluar untuk berlindung di rumah sakit-rumah sakit dengan keyakinan bahwa itu adalah tempat yang aman, namun terjadi itu adalah tempat di mana para dokter dibunuh dan para wanita diperkosa. Pemandangan yang sulit untuk digambarkan.”

Dia teringat bahwa saat itu dia merasa mungkin akan kehilangan salah seorang dari anggota keluarganya. Namun dia terkejut ketika kehilangan seluruh anggota keluarganya. Di mana penjajah Zionis menghancurkan bangunan yang menjadi tempat berlindung keluarganya.

Dia menambahkan, “Sungguh sangat sulit, terlebih saya tahu bahwa keluarga saya berada di tempat persembunyian lain. Setelah penghancuran, seorang wanita memberi kabar kepada saya bahwa semua anggota keluarga saya telah meninggal setelah tempat perlindungan mereka dihancurkan. Maka saya pun berterian dan mengatakan kepadanya bahwa mereka tidak ada di tempat perlindungan yang dihancurkan tersebut, maka dia memberitahu saya bahwa mereka datang ke tempat tersebut dua hari sebelum bengunan tersebut dihancurkan.”

Dengan perasaan pedih dia melanjutkan, “Saya sangat sock bahwa saya kehilangan seluruh anggota keluarga saya, ayah… ibu.. saudara perempuan… saudara laki-laki.. anak saya.. paman saya.. semuanya…., saya menangir sejadi-jadinya dan berkata: kenapa kalian semua pergi dari saya dan kalian tinggalkan saya sendirian, kenapa kalian pergi?!!”

Dia menjelaskan, meskipun sudah lewat bertahun-tahun, sulit baginya untuk melupakan pembantaian ini dan masih berpengaruh besar pada akal dan pikirannya serta kehidupannya, terlebih dia telah kehilangan 53 anggota keluarganya. Dan hari ini dia menyaksikan gambaran yang mengembalikan ingatannya dalam perang Gaza (2014).

Rihab mengatakan, setiap kali dia lewat di jalan-jalan Gaza dashsyatnya kehancuran yang diakibatkan dalam perang di Gaza, dia selalu berujar, “Saya tidak sedang di Gaza, ini adalah Sabra dan Satila. Bangunan-bangunan yang hancur ini adalah bangunan-bangunan yang sama di mana keluarga saya hancur dan dibunuh semua dari atasnya.”

Dia menambahkan, “Di Sabra dan Satila, mayat-mayat, potongan-potongan tubuh, kehancuran, darah dan keadaannya sama berulang dalam pembantaian Gaza dengan rincian yang sama, melalui blokade, pembunuhan, pengusiran, pembantaian dan penghancuran rumah-rumah dari atas kepala para penghuninya.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here