Kisah Anwar, Mafia Penyelundup Orang Rohingya

Praktik perdagangan manusia sudah marak di Negara Bagian Rakhine—tempat domisili kelompok minoritas Muslim Rohingya—sejak mereka ditindas oleh kelompok mayoritas di Burma. Para penyelundup itu memanfaatkan celah dan kelemahan orang-orang Rohingya yang ingin keluar dari negaranya.

KBK mendapat salinan laporan invstigasi perdagangan manusia yang dilakukan aktivis kemanusiaan dari Human Rights Defender Thailand, Bo Min Aung terhadap dua kasus perdagangan manusia yang menimpa Mohamed Alam (23) dan Mohamed Hashim (22). Kedunya pemuda asal Arakan yang diselundupkan ke Thailand, dan akhirnya tewas terbunuh.

Baik Hashim maupun Alam dibawa keluar dari Arakan oleh seorang “broker” dengan iming-iming pekerjaan. Mereka digiring menuju kapal besar di perairan Bangladesh. Mereka menunggu cukup lama untuk bisa berayar karena para penyelundup itu harus mengumpulkan calon “penumpang” yang lainnya. Akhirnya, setelah 47 hari hari berada di lautan, mereka tiba di Thailand.

Setelah  tiba di Thailand mereka digiring ke Padangbassar. Sebuah daerah di perbatasan Thailand-Malaysia. Di sana terdapat kamp pendatang gelap yang berda di tengah hutan (jungle camp).

Penyelundup yang membawa Hashim dan Alam kemudian menghubungi pihak keluarga dari keduanya. Ia meminta uang kepada keluarga untuk membiayai perjalanan dan jasa untuk mencarikan kerja bagi keduanya sebesar THB 95 ribu (Rp 37,4 juta). Sebenarnya, broker itu meminta THB 120 ribu, namun paman dari Alam dan Hashim hanya menyanggupi maksimal THB 100 ribu. Dia mentransfer uang itu ke beberapa rekening yang diberikan. Sang broker menjamin keduanya akan aman dan selamat hingga sampai ke rumah nantinya. Ia pun mengaku akan membawa keduanya ke Nokhon Si Tamarat, salah satu provinsi di Thailand.

Dua pekan kemudian, seseorang yang mengaku bernama Soe Naing alias Anwar (versi lain menyebut Anawar) menelpon paman Alam dan Hashim yang bernama Kul Lya Mei. Dia mengatakan bahwa dua keponakannya berada bersamanya. “Kalau Anda mengirimkan uang, anda bisa mendapatkan keponakan anda kembali, tapi jika tidakia akan mati di kamp,” ujarnya menirukan telpon dari Anwar.

Kul Lya Mei menjelaskan bahwa ia sudah pernah mengirimkan uang untuk “menebus” kedua ponakannya, namun hingga kini ia belum mendapat kabar keberadaan keduanya. Anwar menjawab bahwa Hashim dan Alam berada di kampnya, dan ia belum menerima uang sepeser pun darinya. Ia pun meminta Kul Lya Mei mengirimkan uang, jika tidak ingin hal buruk terjadi pada kedua ponakannya.

Ketika dihubungi dan dimintai tolong untuk menolong keluarga Alam dan Hashim Bo Min Aung sempat gamang. Menolong Kul Lya Mei untuk menyelamatkan kedua ponakannya bukan perkara mudah. Pasalnya, praktik perdagangan manusia ini melibatkan sindikat dan jaringan mafia. “Saya memiliki masalah keuangan yang serius jika harus membantu keduanya,” ujar Bo.

Bo sempat meminta bantuan kepada koleganya di Bangkok yang peduli dengan nasib orang Rohingya, yatu Noor Islam dan Ismail. Kedunya kemudian menghubungi Anwar secara terpisah, namun keduanya juga gagal untuk membujuk Anwar. Mereka hanya mendapat pengurangan THB 10 ribu dari tuntutannya.

Bo mendapat kabar Mohamed Alam kerap kali mendapat siksaan selama berada di kamp. Ia sering dipukul secara brutal, dan ditendang di bagian kemaluannya. Ia mengalami luka serius dan sempat dibawa ke sebuah rumah sakit di Malaysia. Namun belakangan ia mendapat kabar Alam telah dibunuh oleh sekelompok orang yang diutus oleh sindikat.

Paman Alam dan Hashim berkali-kali dimintai uang oleh orang yang mengaku bisa menyelamatkan kedua ponakannya, namun untung tak dapat diraih. Keponakan lainnya pun akhirnya harus meregang nyawa oleh sindikat Anwar.

Ketika menginvestigasi kasus ini, Bo mengaku kerap dibuntuti dan diteror oleh orang tak dikenal selama ia melakukan investigasi kasus ini. Ia pernah didatangi orang-orang yang diduga kuat suruhan Anwar di hotel yang pernah disinggahinya. Sementara Kul Lya Mei juga kerap diteror melalui telpon agar tidak melanjutkan kasus ini di kepolisian. “Ia mengancam akan mengirim orang untuk melenyapkan Kul Lya Mei,” cerita Bo.

Dalam upaya investigasinya, Bo menemui Pemerintah Thailand dan melaporkan kasus yang diusutnya selama ini. Ia juga menemui pejabat imigrasi Thailand, Mayjend. Pol. Thatchai. Khun Thatchai pun berjanji akan membuka kasus ini. Kul Lya Mei juga diundang untuk memberikan keterangan.

Bo dan Kul terus mengawal kasus ini, hingga akhirnya petugas kepolisian Thailand mengunjungi kamp milik Anwar yang menahan banyak orang Rohingya. Bo juga mengajak saksi mata yang pernah menghuni jungle camps untuk membongkar sindikat ini. Di kamps yang berda di tengah hutan itu, pejabat menemukan sejumlah tulang belulang yang diduga orang Rohingya korban penganiayaan anak buah Anwar.

Anwar sempat menghilang selama dua setengah bulan sebelum akhirnya dapat ditangkap oleh pihak kepolisian dari Nakhon Si Tamarat. Ia ditangkap pada 28 April dini hari.

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here