AL NATAH, kota kuno yang mengubah kehidupan nomaden ke permukiman di perkotaan ditaksir berusia 4.000 tahun ditemukan oleh para arkeolog di Kota Khaybar, Arab Saudi, Rabu (30/11) lalu.
AFP melaporkan, kota AL Natah ditemukan tersembunyi dalam oasis bertembok di Kota Khaybar yang subur di tengah gurundi kawasan barat laut Jazirah Arab.
Kota Khaybar sendiri yang berjarak 150 Km dari Madinah cukup bersejarah terjadinya perang antara pasukan muslim dipimpin Nabi Muhammad SAW melawan penghuninya, umat Yahudi yang dianggap melanggar perjanjian damai pada tahun ke7-Hijriah.
Menurut penelitian yang dipimpin arkeolog Perancis Guillaume Charloux pada awal tahun ini, ada tembok kuno sepanjang 14,5 kilometer yang ditemukan di situs tersebut.
Charloux, dalam studi baru yang diterbitkan di jurnal PLOS One, menambahkan bahwa kota Al Natah dihuni sekitar 500 penduduk dan dibangun sekitar 2.400 SM saat Zaman Perunggu awal.
Kota itu ditinggalkan oleh penduduknya sekitar seribu tahun kemudian. “Tak seorang pun tahu alasannya,” kata Charloux.
Ketika Al Natah dibangun, pembangunan kota-kota berkembang pesat di wilayah Levant di sepanjang Laut Mediterania, yang sekarang menjadi Suriah sampai Yordania.
Arabia Barat Laut saat itu dianggap gurun tandus yang dilintasi para penggembala dan dipenuhi lokasi pemakaman. Hingga akhirnya pada 15 tahun lalu, para arkeolog menemukan benteng dari Zaman Perunggu di oasis Tayma, utara Khaybar.
Menurut Charloux, temuan penting pertama tersebut memicu para ilmuwan mengamati oasis-oasis di sekitarnya lebih dekat, sedangkan temuan-temuan batuan vulkanik hitam di Al Natah yang disebut basal, menutupi dinding dengan sangat baik, melindungi situs dari penggalian illegal.
Para peneliti menemukan fondasi cukup kuat untuk menopang setidaknya satu atau dua lantai rumah, namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mendalami lokasi tersebut.
Namun, temuan awal menggambarkan kota seluas 2,6 ha dengan sekitar 50 rumah yang bertengger di atas bukit ini memiliki tembok sendiri.
Makam-makam di sana berisi senjata logam seperti kapak, belati, serta batu-batu seperti batu akik yang menunjukkan masyarakat relatif maju sejak lama, sedangkan potongan-potongan tembikar menunjukkan masyarakat yang relatif egaliter.
Benda-benda dari keramik yang ditemukan sangat cantik meski sangat sederhana, sementara ukuran benteng denga tinggi mencapai sekitar lima meter menunjukkan bahwa Al Natah adalah tempat kedudukan semacam otoritas lokal yang kuat.
Penemuan-penemuan ini mengungkapkan proses “urbanisme yang lambat” selama transisi antara kehidupan desa nomaden dan lebih menetap.
Luas wilayah Al Natah kecil dibandingkan kota-kota di Mesopotamia atau Mesir pada masa itu, namun di hamparan gurun yang luas itu, tampaknya ada jalur lain menuju urbanisasi selain bentuk negara-kota yang lebih sederhana. (AFP/ns)