TRIPOLI – Eropa tidak akan bisa menghentikan lalu lintas pendatang ilegal asal Afrika menyeberangi Mediterania, kecuali menyerahkan persoalan itu kepada pemerintah de facto Tripoli, Libya.
Sejak Muamar Gaddafi digulingkan NATO 2011 lalu, kekacauan dan perang saudara telah mengubah negara itu menjadi pusat penyeberangan pendatang ilegal dari Afrika Utara. Puluhan ribu orang sudah diseludupkan melalui Mediterania menuju Eropa.
Penguasa Libya ini secara parsial telah menahan ribuan pendatang Afrika di pusat-pusat penahanan darurat. Namun para pejabat Tripoli mengatakan, mereka tidak memiliki ruang untuk mengurusi migran, memerangi penyelundup dan tidak bisa menjaga perbatasan yang dikelilingi padang pasir yang luas di mana ribuan orang mencoba untuk mencapai laut dan pergi.
“Kami memberitahu Anda: sebaiknya datang, berbicara dan bekerja sama dengan kami, pemerintah keselamatan nasional,” kata Mohamed al-Ghirani, Menteri Luar Negeri Lybia seperti dikutip dari Reuters, (24/5/2015).
“Jika Eropa tidak bekerja sama, kemudian setelah (beberapa) tahun Eropa akan benar-benar hitam. Bangsa Eropa yang dulunya mayoritas berkulit putih maka akan berubah menjadi bangsa Eropa yang berkulit hitam yang didominasi keturunan Afrika,” katanya.
Tidak adanya otoritas terpadu di Libya telah mencegah hampir semua kerjasama internasional untuk menanggapi krisis migrasi. Sebuah tim Uni Eropa membantu melatih dan menasihati penjaga perbatasan Libya.
Hampir semua negara Eropa telah menarik kedutaan mereka dari Tripoli dan menolak untuk mengakui pemerintah Ghirani, yang menguasai ibukota dalam pertempuran berat tahun lalu. Sebaliknya, mereka mengakui pemerintahan sebelumnya yang kini berbasis di timur.
Setelah 800 migran tenggelam di kapal karam dari perahu nelayan bulan lalu, para pemimpin Eropa sepakat pada pertemuan puncak darurat untuk memperkuat patroli angkatan laut di lepas pantai Libya untuk melawan penyelundup.
Tapi Ghirani mengatakan upaya seperti itu sia-sia, kecuali Eropa mulai bekerja sama dengan pasukan pemerintah yang menguasai Tripoli.
“Sekarang kita tidak bisa berbuat apa-apa. Negara lemah,” katanya. “Kita perlu logistik, intelijen, pesawat.”
Tahanan Tidak Layak
Ghirani mengatakan Libya telah menahan lebih dari 16.000 migran sebagian besar Afrika di pusat-pusat penahanan yang sudah penuh dan sesak. Pengungsi juga ditempatkan di sekolah-sekolah ditinggalkan dan bangunan umum lainnya.
Di sebuah pusat penahanan di Gharboulli Timur Tripoli, hampir 100 orang berbagi satu sel dengan satu toilet. Pria dipisahkan dari perempuan, beberapa di antaranya sedang hamil, berbaring di kasur di samping tahanan lainnya di lantai.
“Tempat ini tidak cocok untuk manusia. Kami tidak mendapatkan udara segar di dalam sel dan banyak yang sakit,” kata Eritrea Mussie Tolde yang berusia 24 tahun, yang ditahan selama dua bulan sejak angkatan laut Libya menangkap perahu yang penuh berisi pengungsi yang hendak mencapai Italia.
Pihak berwenang berjuang untuk memberikan perawatan medis bagi para tahanan. “Banyak dari mereka datang dalam kondisi kelelahan atau kekurangan gizi,” kata Wakil Direktur Departemen Kesehatan Pusat, Faraj Abdullah. “Seorang dokter yang datang untuk satu atau dua hari, itu tidak akan cukup.”
Pusat penahanan lain,di kota Misrata arah timur Tripoli juga penuh dan sesak bahkan lantai di luar sel-sel juga penuh sesak dengan para migran. Ratusan orang berbagi satu toilet, mereka berebutan dan berteriak untuk mendapatkan giliran.
Dua Pemerintah
Sejak aliansi pemberontak merebut Tripoli tahun lalu dan kepemimpinan yang diakui secara internasional melarikan diri ke timur. Libya telah memiliki dua pemerintah yang saling bersaing dan menyebabkan perang saudara.
Kekacauan yang terjadi di Libya itu telah memberikan kebebasan kepada penyelundup, membuka jaringan perdagangan manusia yang masif, mereka meminta upah ribuan dolar untuk membawa migran melintasi padang pasir dari Padang Sahara Afrika untuk kemudian menuju pantai dan melanjutkan perjalanan laut.
Lebih dari 170.000 migran berhasil menyeberangi Mediterania dari Libya tahun lalu, dan lebih dari 3.000 orang yang tenggelam di laut. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan jumlah migran dan jumlah korban tewas bisa meningkat beberapa kali lipat di tahun ini. – Reuters