GAZA – Sebagian besar korban yang terluka dalam serangan Israel di sebuah sekolah di Kota Gaza pada Sabtu dini hari mengalami luka parah, termasuk luka bakar di seluruh tubuh dan kehilangan anggota tubuh.
“Hari ini adalah salah satu hari yang paling berat dalam perang yang sedang berlangsung,” kata Direktur Rumah Sakit Baptis di Gaza, Fadel Naeem kepada Anadolu, Sabtu (10/8/2024).
Naeem menyoroti jumlah korban yang besar akibat serangan di Sekolah Al-Taba’een. Ia mengatakan bahwa jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat karena banyak yang berada dalam kondisi kritis di ruang operasi rumah sakit.
“Sejauh ini, 70 korban pembantaian telah teridentifikasi, sementara sisanya masih dalam kondisi terpotong-potong sehingga sulit diidentifikasi,” ucapnya.
Naeem juga menambahkan bahwa Rumah Sakit Baptis, satu-satunya fasilitas medis yang beroperasi di Kota Gaza, sangat kekurangan peralatan medis dasar dan unit darah untuk merawat para korban yang terluka.
Ia menegaskan bahwa rumah sakit tersebut kewalahan dalam menangani jumlah pasien yang sangat banyak karena kekurangan staf medis dan pasokan penting yang diperburuk oleh perang yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.
Sebelumnya, Kantor Media Pemerintah di Jalur Gaza melaporkan bahwa tentara Israel secara langsung menargetkan warga sipil yang mengungsi saat melaksanakan salat subuh, yang menyebabkan peningkatan jumlah korban.
Serangan tersebut menewaskan lebih dari 100 warga Palestina dan melukai beberapa lainnya, menurut sumber resmi Palestina.
Meskipun ada seruan pada Kamis dari para mediator, termasuk Mesir, AS, dan Qatar, untuk menghentikan permusuhan, mencapai gencatan senjata, dan perjanjian pertukaran sandera, Israel tetap melanjutkan serangan brutal di Jalur Gaza.
Serangan Israel terhadap Jalur Gaza telah menewaskan sekitar 39.800 orang sejak Oktober lalu, setelah serangan lintas perbatasan oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
Israel juga dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina berlindung dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.