Membeli Surga dengan Wakaf

Ilustrasi. (Ist)

JAKARTA – Anda tentu sangat akrab dengan doa ini: “Robbana atiina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qinna adza bannar.”

Artinya: “Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka”

Ya, doa yang bahkan dikatakan sebagai Doa Sapu Jagad. Doa tersebut adalah harapan terbesar kita sebagai makhluk Allah yang yakin atas adanya kekuasaan Allah di dunia, adanya hari akhir dan balasan Allah atas segala perbuatan kita semasa hidup. Terbebas dari api neraka, dan dimasukkan ke dalam surga Allah SWT, adalah akhir penantian meraih kebahagiaan yang abadi.

Jika surga skhirat kelak sangat kita dambakan, ternyata “surga dunia” juga tentunya kita butuhkan. “Surga dunia” yang dimaksud adalah kebahagiaan hidup. Bisa jadi, keluarga yang harmonis, anak-anak yang berbakti, kesehatan yang prima, kekayaan, karir yang cemerlang, bisnis yang sukses, ataupun kebermanfaatan terhadap sesama.

Kalau saja salah satu atau beberapa dari hal ini terjadi sebaliknya, maka bisa jadi, kita akan merasa seperti di “neraka dunia”.

Ternyata, salah satu tauladan Rasulullah SAW dalam menjemput “surga dunia” dan “surga akhirat” kelak adalah dengan menafkahkan harta kita di jalan Allah SWT dan membantu sesama yang membutuhkan. Tidak lain adalah dengan bersedekah.

Ibarat proses jual beli, maka dapat dianalogikan seolah-olah “surga dunia” dan  “surga akhirat” dapat dibeli dengan harta kita.

Bagaimana dengan wakaf? Wakaf ternyata sedekah istimewa yang tidak hanya dalam konteks menolong sesama, tetapi juga membangun ekonomi umat, serta memberikan pahala tanpa batas kepada mereka yang melaksanakannya.

Bahkan, derajat wakaf disejajarkan oleh Rasulullah dengan Ilmu yang bermanfaat serta anak ssleh yang selalu mendoakan orang tuanya. Sebagaimana hadis:

“Ketika manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amal pahalanya, kecuali dari perkara: Sedekah jariyah (eakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakannya” (HR Muslim)

Bahkan, banyak ulama yang menegaskan, bahwa derajat kedermawanan seseorang, dilihat dari seberapa besar nilai wakaf yang dia laksanakan.

Karena, jika zakat adalah wajib; sedekah sebagai sebuah kebutuhan melancarkan keberkahan hidup; maka wakaf mencerminkan kekuatan iman seseorang dalam mencintai Allah dan umatnya diatas kepentingan pribadinya.

Mengingat, seorang yang berwakaf telah mengikhlaskan harta terbaik yang dicintainya berubah menjadi kepemilikan umat. Dan inilah kebajikan yang sempurna sebagaimana firman Allah SWT:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS Ali Imran: 92)

Inilah “membeli surga” yang dimaksud. Kata “beli” adalah simbol ajakan dalam meraih rida Illahi dengan cara terus menggerakkan keikhlasan hati dalam mengeluarkan sebagian penghasilan dan kekayaan yang kita miliki untuk membantu sesama, membantu umat, dan menabung pahala yang kita butuhkan untuk bisa masuk kepada surga Allah kelak.

Mari membeli “surga dunia” untuk kebahagiaan hidup yang penuh rida Allah SWT. Mari membeli “surga akhirat” yang dijanjikan Allah memberikan kebahagiaan abadi.