“Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.”
(HR Ibnu Majah)
JAKARTA – Banyak orang belum menyadari pentingnya menjalani gaya hidup zuhud. Saat pendapatan mereka meningkat, gaya hidup mereka ikut meningkat. Awalnya cukup dengan Rp20.000 sekali makan, begitu pendapatan naik, biaya makan meningkat menjadi Rp50.000 sampai Rp100.000 sekali makan.
Padahal, Rasulullah SAW dan para sahabat telah menunjukkan contoh gaya hidup zuhud. Meskipun memiliki penghasilan miliaran hingga triliunan, mereka hanya tidur di atas tikar, memakai pakaian yang bertambal, dan makan roti dari gandum kasar.
Hampir seluruh penghasilan mereka dihabiskan di jalan Allah SWT untuk membantu keluarga duafa lainnya. Diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah SAW berkata kepadanya:
“Sesungguhnya Allah menawarkan kepadaku dataran Makkah untuk dijadikan emas dan diberikan kepadaku, namun aku menolaknya. Aku berkata, ‘Aku tidak mengharapkan itu semuanya ya Allah, tetapi aku lebih senang sehari lapar dan sehari kenyang. Saat aku merasa lapar, aku merendahkan diri dan berdoa kepada-Mu, dan saat aku merasa kenyang, aku bersyukur dan memuji-Mu’.”
Rasulullah SAW tidak tidur di kasur yang empuk. Beliau bahkan marah jika kenyamanan tempat tidurnya membuatnya lalai bangun untuk salat. Beliau tidur di atas baju yang dilipat dua.
Suatu malam, baju itu dilipat empat, dan beliau tidur di atasnya. Ketika bangun, terlambat dari biasanya, beliau berkata, “Engkau semua telah menghalangiku dari salat malam karena baju ini. Lipatlah dua seperti biasa!”
Kita mungkin tidak bisa meniru gaya hidup zuhud sepenuhnya dan menghindari semua kenikmatan duniawi. Tetapi, setidaknya kita bisa menurunkan standar hidup kita. Biasanya tidak bisa makan tanpa lauk pauk minimal 5 macam, sekarang cukup dikurangi menjadi 2 macam.
Biasanya harus membeli pakaian bermerek dengan harga mahal, sekarang setiap akan membeli baju, tas, atau sepatu baru, usahakan mengeluarkan yang lama untuk disedekahkan kepada orang lain.
Dilansir dari tabungwakaf.com, berikut ini beberapa keuntungan jika kita berhasil menerapkan gaya hidup zuhud:
- Terbiasa Hidup Sederhana dan Prihatin
Orang yang terjauh dari kemewahan akan lebih mudah bertahan hidup dalam berbagai kondisi. Bukankah kita tidak mengetahui sampai kapan diuji dengan kemewahan? Bagaimana jika di masa depan segala harta yang kita miliki Allah tarik kembali?
Beruntunglah orang-orang yang hidup sederhana dan takkan merasa kesulitan beradaptasi dalam segala kondisi.
- Hemat
Selain baik untuk pembentukan karakter psikologis, secara ekonomi pun hidup zuhud sungguh menguntungkan. Dengan terbiasa hidup sederhana, kita akan lebih hemat biaya dalam kehidupan sehari-hari.
- Lebih Ringan Hisab di Akhirat Kelak
Dengan hidup zuhud jauh dari kemewahan dunia, hisab di akhirat kelak pun akan lebih ringan dibandingkan dengan orang yang terbiasa menghabiskan uangnya untuk hidup bermewahan.
Mu’adz bin Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa yang menanggalkan pakaian yang mewah karena tawadu’ kepada Allah padahal ia dapat membelinya, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia untuk disuruh memilih sendiri pakaian iman yang mana yang ia kehendaki untuk dipakainya.” (HR Tirmidzi)
- Tidak Teperdaya Dunia
Orang yang zuhud cenderung lebih ingat bahwa dirinya di dunia ini hanyalah bagai musafir yang hanya singgah sebentar saja. Hatinya tidak terlalaikan oleh kemewahan dunia yang palsu dan bersifat sementara saja.
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).” (HR Ibnu Majah)