
SEPINTAR-pintar menyimpan bangkai, akhirnya tercium juga, ungkap pameo lama yang mungkin bisa dianalogkan dengan penemuan kuburan massal di negara bagian Rakhine, Myanmar yang didiami etnis minoritas muslim Rohingya.
Tayangan video mengenai keberadaan kuburan masal itu diambil oleh wartawan Perancis, Foster Klug pada 9 September 2017 atau 13 hari pasca penyerbuan ke wilayah itu oleh satuan militer pemerintah Myanmar.
Klug juga mengaku telah mewawancarai lebih 20 saksi warga Rohingya yang berhasil lolos ke perbatasan Bangladesh setelah menyaksikan sendiri aksi pembantaian tersebut walau dengan perasaan trauma mendalam.
Hampir seluruh saksi menuturkan melihat sendiri tiga kuburan massal yang dibangun pada jalan masuk di sisi utara desa Gu Dar Pyin, Rakhine , di tempat sama mereka menyaksikan tentara Myanmar menembaki warga setempat.
Dua kuburan lainnya terdapat di daerah perbukitan di desa sama, berdekatan lokasinya dengan bangunan sekolah yang dijadikan markas oleh sekompi tentara Myanmar setelah melakukan aksi penyerbuan dan pembantaian.
Tayangan video juga menampilkan sejumlah korban pembantaian dikubur asal-asalan dalam kondisi mengenaskan, dan diatas pusara mereka terdapat genangan cairan, diduga sejenis larutan asam untuk mempersulit identifikasi jenasah.
Utusan PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee menilai, terkuaknya kuburan massal itu yang belum pernah dilaporkan oleh rezim Myanmar mengindikasikan adanya tindakan genosida atau pembunuhan massal secara terencana di Rakhine.
“Saya kira, itu tanda-tanda aksi genosida memang terjadi. Kita harus menyelidikinya, “ tutur Lee seraya menambahkan sebelum Myanmar dan rakyatnya melangkah lebih jauh menuju transisi demokrasi, “halamannya” harus dibersihkan dulu.
Otoritas Myanmar selama ini menutup akses menuju Gu Dar Pyin sejak peristiwa penyerbuan tentaranya ke sana sehingga menyulitkan lembaga-lembaga penegak HAM dan PBB untuk memastikan jumlah korban.
Dengan nada enteng Menteri Besar Negara Bagian Rakhine Tin Maung Swee mengatakan pemerintah belum menerima laporan tentang peristiwa tersebut dan jika benar, ia berjanji, pihak berwenang akan menyelidikinya.
Dari citra satelit Digital Globe, terlihat desa Gu Dar Pyin sudah musnah akibat aksi bumihangus dan pembantaian terhadap warganya, namun menurut saksi mata, jumlah korban tewas tidak kurang 400 orang, sisanya kabur.
Seperti yang disampaikan Direktur Human Right Watch Phil Robertson, hasil tayangan video tersebut sepantasnya menguatkan desakan komunitas internasional meminta pertanggungjawaban terehadap rezim Myanmar.
Robertson juga meminta Uni Eropa dan AS agar lebih serius menindentifikasi kemungkinan penjatuhan sanksi bagi pimpinan militer Myanmar dan pemberlakuan embargo senjata oleh PBB .
Aksi bersama komunitas internasional untuk menekan rezim yang berkuasa di Myanmar memang diperlukan. Jika tidak, etnis Rohingya tidak bakalan terbebas dari penderitaan berkepanjangan. (AP/ns)