Mikroplastik di Langit Jakarta

Penanganan lebih serius oleh institusi terkait dan sosialisasi bahaya microplastik pada warga perlu dilakukan agar mereka terhondar dari berbagai penyakit dan gangguan kwhatan akibat terpapar mikroplastik (ilustrasi: kompa.com)

WARGA kota kota besar di Indonesia terutama DKI Jakarta makin cemas atas gangguan kesehatan diakibatkan paparan partikel  mikroplastik yang ditemukan pada air hujan.

Fenomena ini terjadi karena siklus plastik telah menjangkau atmosfer pada saat mikroplastik terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri yang  terbawa angin dan turun kembali bersama hujan.

Detikhealth melaporkan (24/10), meski penelitian mendalam masih dibutuhkan, studi global menunjukkan paparan mikroplastik dapat berdampak kesehatan serius, khususnya pada organ paru-paru.

Mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan sel, peradangan, dan penumpukan di organ, serta melepaskan bahan kimia berbahaya. Penyakit yang terkait meliputi gangguan pernapasan (seperti asma), penyakit jantung, stroke, gangguan hormonal, hingga risiko kanker.

Menghirup mikroplastik melalui udara dapat menyebabkan gangguan saluran napas dan paru-paru. Kondisi seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan sesak napas dapat meningkat risikonya.

Sejumlah penelitian menyebutkan mikroplastik di udara kemungkinan juga berkontribusi terhadap kanker paru-paru.

 Picu sejumlah penyakit

Penelitian menunjukkan bahwa partikel mikroplastik dapat membentuk plak di pembuluh darah. Hal ini meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Mikroplastik juga mengandung bahan kimia yang bersifat karsinogenik atau memicu penyakit kanker.

Penumpukan mikroplastik dalam tubuh, terutama pada organ yang terpapar langsung seperti saluran pencernaan dan paru-paru, dapat meningkatkan risiko kanker. Mikroplastik juga dapat menyebabkan kerusakan DNA, yang berpotensi mengakibatkan kelainan genetik.

Beberapa bahan kimia dalam plastik, seperti BPA, adalah pengganggu endokrin yang dapat memengaruhi dan mencitkan gangguan hormonal dan reproduksi. Pada ibu hamil, paparan mikroplastik dapat menyebabkan gangguan hormonal dan masalah kesehatan reproduksi.

Spesialis paru dr Agus Susanto, SpP(K) menjelaskan semua orang berisiko mengalami gangguan paru apabila menghirup mikroplastik yang masuk melalui saluran napas hingga ke paru-paru.

Namun, risiko tersebut akan lebih tinggi pada kelompok rentan seperti lansia, pengidap penyakit paru kronis seperti asma dan PPOK, serta individu dengan penyakit penyerta lain seperti jantung dan diabetes.

Adapun efek kesehatan terhadap paru-paru akibat paparan mikroplastik sangat bergantung pada ukuran partikel yang terhirup.

dr Agus mengatakan mikroplastik berukuran besar, lebih dari 5 mikrometer, umumnya hanya mencapai saluran napas bagian atas.

“Efeknya menyebabkan iritasi di hidung dan saluran napas atas menimbulkan keluhan hidung berair, gatal-gatal di hidung, sakit tenggorokan, batuk,” ucapnya.

Sampai masuk ke paru

Sementara itu, partikel yang lebih kecil, berukuran antara 0,5 hingga di bawah 5 mikrometer, dapat mencapai saluran napas bagian bawah hingga alveoli paru.

Menurut dr Agus menjelaskan kondisi ini berpotensi menimbulkan iritasi dan peradangan di saluran napas bawah, yang memunculkan batuk berdahak, sesak napas, dan rasa tidak nyaman di dada.

Pada pengidap asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), paparan semacam ini bahkan bisa memicu kekambuhan atau memperburuk kondisi penyakitnya.

“Dalam jangka panjang terinhalasi/terhirup mikroplastik pada saluran napas bawah berpotensi menimbulkan penyakit paru seperti asma, PPOK, peradangan paru/pneumonitis, penyakit fibrosis paru dan bahkan kanker paru,” lanjutnya lagi.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan.

Ffenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer.

Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan.

Proses tersebut dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

dr Agus Susanto, SpP(K) menjelaskan mikroplastik yang terbawa air hujan akan mengalami pengendapan basah di permukaan bumi.

Partikel ini dapat mencemari air, menempel di sayuran atau bahan makanan, dan akhirnya masuk ke tubuh manusia melalui proses tertelan.

Namun, risiko lain muncul ketika mikroplastik yang telah mengendap tersebut mengering dan terbawa kembali oleh angin.

Dalam kondisi ini, partikel mikroplastik dapat melayang di udara permukaan dan terhirup melalui saluran pernapasan hingga masuk ke paru-paru.

Berisiko bagi semua orang

Semua orang, menurut dr Agus,  berisiko jika terhirup mikroplastik di saluran napas dan paru. Orang dengan kondisi tertentu seperti lansia, orang dengan komorbid seperti asma, PPOK, atau sakit jantung, diabetes berisiko lebih tinggi.

Ia menyebutkan beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengurangi risiko paparan mikroplastik di udara, a.l.

Menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama ketika tingkat polusi dan debu tinggi. Ini merupakan cara efektif untuk mencegah mikroplastik terhirup ke saluran napas.

Menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang.

Mencegah pelepasan mikroplastik ke udara, misalnya dengan tak membakar sampah secara mandiri dan  memastikan pengelolaan limbah plastik dengan benar.

Mengurangi penggunaan produk plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari untuk menekan jumlah mikroplastik yang beredar di lingkungan.

Literasi bahaya mikroplastik pada masyarakat harus terus disosialisasikan, begitu pula cara-cara praktis untuk menekan produksinya. (detik.com/ns)

 

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here