spot_img

Obral Rice Cooker

KABAR baik bagi wong cilik, pelanggan listrik 450-1.300 wat. Kementrian ESDM dalam waktu dekat akan mengobral rice cooker (penanak nasi listrik) secara gratis. Tapi dalam waktu bersamaan, Mendagri Tito Karnavian juga menyerukan agar rakyat melepas ketergantungan pada nasi karena harga beras semakin mahal. Rakyat pun bingung dibuatnya. Mendagri kok cawe-cawe urusan pangan? Lha Mentri Pertaniannya ke mana? Oh, iya ding…….Mentan SYL sudah jadi pasien KPK.

Kecuali penganut aliran Rocky Gerungiyah, biasanya rakyat selalu menurut dan mengikuti saja petunjuk Bapak Mentri. Masalahnya, menggabungkan keinginan Mendagri dan program Kementrian ESDM itu tidak mudah. Bagaimana mungkin, merebus singkong atau ubi Cilembu dengan rice cooker? Bisa matengkah? Enak dimakan kah? Jangan-jangan perut malah mbedhedheg karenanya lantaran tak bisa kentut.

Untuk menghindari ketergantungan pada gas impor, pemerintah akan membagikan 500.000 rice cooker gratis dengan anggaran tak kurang dari Rp 347,5 miliar. Tentu saja pembagian itu terasa tidak adil, karena tak semua orang miskin sudah punya listrik di rumah. Setidaknya program ini untuk memancing kesadaran masyarakat bahwa jangan terlalu mengandalkan gas subsidi dari negara. Sebab gas itu kini bukan disedot dari bumi sendiri, tapi didatangkan dari asing alias impor.

Sebetulnya kalau dipikir-pikir sebagaimana kata Basuki pelawak, rakyat kadung tergantung pada gas juga karena kesalahan pemerintah di era SBY. Kenapa rakyat tak boleh lagi pakai minyak tanah dan harus pindah ke gas sejak tahun 2006? Apa karena ingin memperlancar perusahaan Wapres JK? Sebab ternyata kemudian, pengadaan gas itu dilakukan juga oleh perusahaan JK. Giliran rakyat kadung cinta pada bahan bakar gas, diminta pindah ke listrik.

Berkat kebijakaan SBY-JK itu, kini keluarga-keluarga di pedesaan  jadi pemalas. Dengan alasan pakai kompos gas praktis dan bersih, kini perkampungan jadi rungsep. Masalahnya, biasanya pohon tumbang dan ranting-ranting jatuh bisa untuk genen (memasak), kini dibiarkan berserakan di kebun. Gara-gara revolusi bahan bakar itu, setiap melihat berantakannya kebun-kebun di pedesaan jadi langsung ingat JK. Jadi ingat pula kata ekonom Rizal Ramli, “Lapor kebijakan pada JK bisa dibisniskan!”

Memang sih, Joroknya Kebun tak bisa ditimpakan semuanya pada JK mantan Wapres. Sebab tergantung juga pada keluarga tersebut. Jika dasarnya keluarga rajin bekerja dan cinta kebersihan, pasti selalu meluangkan waktu untuk membersihkan kebun-kebunnya. Bisa dikerjakan sendiri, bisa pula dikerjakakan orang lain dengan membayar.

Yang kita rasakan sekarang, orang desa pun ikut-ikutan tergantung pada gas. Tapi ketika gas mahal, yang ukuran 12 Kg bisa sampai Rp 235.000,- pertabung; orang berkecukupan pun beremigrasi ke gas melon 3 Kg. Dengan cara ini dalam sebulan setiap keluarga bisa menghemat sampai Rp 80.000,- Persyaratan harus serahkan fotokopi KTP setiap beli gas, itu bukanlah syarat memberatkan. Yang berat justru kantong negara, karena subsidi gas itu tidak lagi tepat sasaran.

Jika kita impor gas, sebetulnya bukan karena stok cadangan gas yang menipis. Melainkan kita masih mengalami keterbatasan infrastruktur untuk mengeksplorasinya. Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia masih punya cadangan gas alam sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi (trillion square cubic feet/TSCF) pada 2021. Itu tersebar di antaranya di Maluku, Papua, Sumatra Selatan, Sulawesi, Kalimantan, Jawa Timur, Jawa Barat, Natuna, Aceh, Sumatra B Tengah dan Sumatra Utara. Jawa Tengah sendiri yang tidak punya, tapi di Solo kita punya cadangan banyak Cawapres muda!

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia mengimpor gas bumi mencapai angka 6,8 juta ton. Angka ini naik 5,5% dibandingkan tahun 2021 sekaligus menjadi impor gas terbesar dalam lima tahun terakhir. Tapi mengimpor gas terus, Menkeu Sri Mulyani juga capek deh! Karena itulah ketika mobil dan motor listrik sedang booming, pemerintah mencoba menawarkan penanak nasi listrik. Agar rakyat tertarik, dipancinglah dengan rice cooker gratisan bagi keluarga yang ekonominya sedang tidak baik-baik amat.

Pembagian rice cooker gratis itu akan dibagikan tahun ini juga melalui Kades/Lurah. Semoga pembagian tersebut berlangsung adil dan  transparan. Sebab berbagai pembagian gratis semacam BLT selama ini, di sana sini ada keluhan bahwa Pak Kades lebih mengutamakan dulu kerabat familinya. Masyarakat KPM (Keluarga Penerima Manfaat) pun protes.

Tetapi setelah menerima rice cooker dari pemerintah, mau dipakai masak apa itu barang? Mengikuti saran Mendagri Tito Karnavian dengan pangan alternatif, apa bisa rice cooker untuk memasak singkong atau ngrebus ubi Cilembu yang manisnya pakai gula suntikan? Sedangkan untuk masak nasi sebagaimana seharusnya, harga beras sekarang ini sedang mahal-mahalnya. Di Jakarta misalnya, beras berkwalitas cukup harganya Rp 13.000,- perliter. Yang lebih murah memang ada, tapi baru enak dimakan ketika perut benar-benar lapar gara-gara istri sibuk main HP.

Presiden Jokowi sendiri sudah  menjelaskan, harga beras melonjak bukan hanya di Indonesia, juga di negara-negara lain sedunia karena terdampak fenomena Elnino. Negara-negara yang selama ini ekspor beras ke Indonesia termasuk India, kini menghentikan ekspor berasnya. Tapi pemerintah tidak menutup mata, sejak September sampai Oktober 2023 pemerintah menggelontorkan bantuan beras sebanyak 210 ribu ton per bulan, kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat, masing-masing 10 kg beras.

Ini memang lebih mendesak. Ketimbang duit Rp 347,5 miliar dianggarkan untuk beli 500.000 rice cooker, mending dipakai untuk mengganjal perut rakyat yang keroncongan gara-gara harga beras mahal. Tapi Presiden memastikan ketersediaan beras di gudang Bulog cukup aman. Stok cadangan beras pemerintah (CBP) masih ada 2 juta ton. Karenanya Presiden Jokowi tetap tenang, setenang petani di pedesaan ketika slepen di kantongnya masih penuh tembako. (Cantrik Metaram)

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles