
SELAIN NU dan Muhammadiyah, sejumlah ormas keagamaan lain konon “menyambut baik” tawaran Presiden Jokowi untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
“Ada tiga atau empat lagi ormas keagamaan yang mengajukan diri, “ kata Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Senin (29/7).
Peluang bagi ormas keagamaan mengelola WIUPK dimungkinkan sesuai bunyi Pasal 83A PP No. 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan PP No. 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Sebaliknya, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dengan tegas menolak tawaran mengelola WIUPK.
“PGI tak akan menerima izin tambang tersebut meski pun nantinya ditawarkan oleh pemerintah, “ ujar Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra pada CNN (29/7).
Persoalan tambang , menurut Lokra, bukan bidang pelayanan PGI, lagi pula PGI tidak memiliki kompetensi di bidang pengelolaan tambang. “Dunia tambang berada di luar mandat yang diberikan pada PGI, “ tandasnya.
PGI dalam pernyataannya juga mengimbau ormas keagamaan lain untuk tidak menegsampingkan tugas dan fungsi utamanya membina umat meski sudah menerima izin tambang.
“Ormas keagamaan jangan terkooptasi oleh mekanisme pasar, dan yang paling penting, jangan sampai tersandera oleh rupa-rupa sebab sampai kehilangan daya kritis dan suara profetisnya, “ kata Lokra.
Menurut Lokra, PGI selama ini aktif mendampingi korban-korban ekses pembangunan termasuk di bidang tambang sehingga jika PGI menjadi pelaku usaha tambang, kelak berpotensi memosisikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri.
KWI juga menolak
Hal senada dilontarkan oleh Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migran dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marten Jeranut yang menegaskan, KWI tetap menolak izin tambang.
“Sikap KWI tidak berubah. KWI tetap tidak menerima tawaran untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan atau WIUPK. Alasannya juga tidak berubah, “tandasnya.
Dalam pernyataan sebelumnya, Jeranut menjelaskan, KWI yang didirikan pada 1927 adalah lembaga keagamaan yang perannya hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat) dan martyria (semangat kenabian).
Keputusan PP Muhammadiyah menerima WIUPK dinilai cukup mengejutkan oleh Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mulyanto dalam keterangan persya (29/7)
“Saya kaget atas keputusan Muhammadiyah. Sikap seperti ini kan tidak biasanya. Biasanya para tokoh Muhammadiyah cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah, apalagi yang menuai pro-kontra di tengah masyarakat,” kata Mulyanto.
Dengan menerima tawaran pemerintah tersebut, menurut Mulyatno, masyarakat akan menganggap Muhammadiyah tidak hanya menyetujui tetapi juga mendukung substansi norma terkandung dalam regulasi pemberian izin tambang kepada Ormas keagamaan.
Mulyatno mengingatkan, pemberian WIUPK tersebut rawan bermasalah dengan hukum mengingat penerbitan PP No. 25 tahun 2024 yang dijadikan landasan hukum berpotensi mengalami judicial review dan dibatalkan oleh MA.
Bertentangan dengan UU Minerba
Menurut anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu, PP Nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba ini bertentangan dengan UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.
Mulyanto menjelaskan, menurut Pasal 75 ayat (3) dan (4) UU Minerba secara jelas dan tegas mengatur prioritas pemberian WIUPK (wilayah izin usaha pertambangan khusus) adalah kepada BUMN/BUMD), bukan Ormas keagamaan.
“Dalam UU Minerba prioritas diberikan kepada BUMN/BUMD. Sedang untuk badan usaha swasta pemberian WIUPK dilakukan melalui proses lelang yang fair,” ujar Mulyanto.
Sementara Koordinator Nasional Advokat Tambang (Jatam) Melky Nahar menilai pernyataan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyebut pihaknya tidak akan mengejar laba dalam bisnis tambang adalah omong kosong.
“Saya baca, mereka mengklaim, Muhammadiyah tidak berorientasi pada profit. Itu bullshit banget, omong kosong,” ujar Melky kepada Kompas.com, Senin (29/7).
Melky mengatakan, bisnis tidak ada gunanya bila tujuannya bukan untuk mencari keuntungan. “Yang namanya bisnis itu orientasinya tunggal yaitu profit. Terus ngapain mau ambil konsesi kalau bukan untuk profit,” kata Melky.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sebelumnya mengklaim ormas yang dipimpinnya tidak mengejar keuntungan meski akan menerima izin tambang dari pemerintah.
“Kami tidak kejar keuntungan, karena kalau mikir diri sendiri, insyaallah kami Muhammadiyah sudah cukup,” kata Haedar, Minggu (28/7).
Bahkan, LBH dan Advokasi Publik Muhammadiyah berjanji tetap akan membela masyarakat korban pertambangan walau Muhammadiyah telah menyetujui dan menerima izin tambang dari pemerintah.
“Jadi bukan hanya masih, tapi kita justru akan semakin kencang melakukan advokasi. “ ujarnya.
Tuai kritik
Keputusan PBNU menerima tawaran penglolaan WIUPK memicu kritik dan pro-kontra di kalangan akar rumput NU tercermin dari keresahan warga Desa Wadas, Kec. Bener, Purworejo, Jawa Tengah yang mayoritas merasakan getirnya menjadi korban kebijakan pemerintah.
Konflik terjadi antara aparat pemerintah da warga yang menoak penambangan batu andesit yang dijadia material utama untuk pembangunan Bendungan Bener.
“Kami kaget atas pernyataan tokoh-tkh NU belakangan ini, kok malah mau ikut berperan dalam kegiatan yang merusak lingkungan? Dulu mengharamkan, sekarang kok malah mengalalkan, “ tanya salah satu warga NU korban abang di Wadas pada BBC News Indonesi (28/7).
Ormas keagamaan, khsusnya Islam, sejatinya memang harus fokus di habitatnya, berkiprah mengurus dakwah dan pendidikan bagi umat khususnya membentk generasi penerus bangsa yang tangguh.
Di bidang pendidikan misalnya, Ormas Islam harus serius berupaya meningkatkan mutu, mengawasi pesantren agar tidak terjadi pelecehan terhadap santri-santri perempuan, mencegah radikalisasi dan meredam potensi teroris serta menempa agar lulusannya menjadi kader penerus bangsa yang handal.
Sikap pragmatis di kalangan elite Ormas Islam, apalagi melenceng jauh dari khittahnya demi kepentingan sesaat, jelas mendegradasi fungsi mulia yang diembannya.