Pakistan Tegaskan Sikap Menahan Diri di Tengah Konflik dengan India

Setelah terlibat pertempuran udara dan duel artilleri di wilayah sengketa Kashmir (7/5), India dan Pakistan melakukan gencatan senjata yang diprakasi Presiden AS Donald Trump (ilustrasi: Tempo)

JAKARTA, KBKNews.id – Menteri Hukum dan Keadilan Pakistan, Aqeel Malik, menegaskan bahwa negaranya memilih untuk bersikap bijak dan menahan diri dalam merespons ketegangan yang tengah terjadi dengan India.

“Kami adalah negara yang bertanggung jawab yang memilih untuk tidak melakukan tindakan seperti itu (agresi), tetapi akan menanggapi jika menyangkut kedaulatan dan integritas teritorial kami,” kata Malik dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/5/205).

Ia menyatakan bahwa Pakistan berkomitmen mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati dan berharap situasi tidak memburuk hingga memaksa Pakistan mengambil langkah balasan.

Mengenai rincian gencatan senjata, Malik menyebut bahwa hal itu masih dalam tahap pembahasan dan terus berkembang.

Malik juga berharap India benar-benar memilih jalur diplomasi sebagaimana yang sebelumnya mereka usulkan.

“Kami sangat berharap India memilih untuk menggunakan diplomasi seperti yang telah mereka sarankan, dan saya pikir ini adalah acara yang masuk akal,” katanya.

Malik menambahkan bahwa sejauh ini Pakistan menanggapi proses gencatan senjata secara positif dan berharap konflik dengan India dapat diselesaikan melalui dialog damai.

Terkait insiden 22 April di Kashmir, Malik menegaskan bahwa Pakistan telah mengecam keras serangan tersebut dan bahkan menawarkan bantuan penuh kepada India untuk mengusut kejadian itu.

“Jika Pakistan memiliki sesuatu untuk disembunyikan, atau jika tangan kami kotor dengan ini, kami tidak akan pernah benar-benar menawarkan ini (penyelidikan) sejak awal,” terang Malik.

Ia pun menegaskan bahwa Pakistan tetap membuka peluang penyelidikan independen dan netral, namun hingga kini belum mendapat respons dari pihak India.

“Anda jelas tidak bisa bertepuk tangan dengan satu tangan. Kami butuh pihak India untuk bersikap terbuka dalam hal ini,” katanya.

Ia juga menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan komunitas internasional yang menghargai sikap Pakistan dalam menghadapi ketegangan ini dengan kedewasaan.

“Mayoritas negara Muslim dan masyarakat internasional pada umumnya benar-benar setuju dengan sikap kami. Mereka tidak hanya setuju dengan sikap kami, tetapi mereka juga menghargai cara kami menangani seluruh situasi dengan cara yang sangat dewasa,” ujar Malik.

Terkait Perjanjian Air Sungai Indus (Indus Water Treaty/IWT), Malik mengutip pernyataan Presiden Bank Dunia Ajay Banga yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak bisa ditangguhkan karena tidak ada klausul yang mengatur penangguhan.

Meski India mencoba menunda pelaksanaannya, Malik menilai tindakan itu tidak sah menurut hukum internasional.

“Saya harus menegaskan kembali bahwa kami, seperti yang saya katakan, memiliki pilihan yang tersedia (dalam menanggapi ‘penundaan’ IWT). Kami memilih diplomasi daripada hal lain saat ini,” tutur Malik.

Setelah insiden di Kashmir, India memang memutuskan menangguhkan partisipasi dalam IWT, yang memicu kekhawatiran akan kelanjutan kerja sama pengelolaan air antara kedua negara.

Perjanjian IWT, yang ditandatangani pada 1960 dengan bantuan Bank Dunia, mengatur pembagian aliran sungai di kawasan Indus. Sungai bagian timur (Ravi, Beas, Sutlej) dialokasikan untuk India, sedangkan sungai bagian barat (Indus, Jhelum, Chenab) untuk Pakistan. Selama ini, perjanjian tersebut menjadi penopang stabilitas bahkan di masa konflik seperti Perang 1965, Perang 1971, dan konflik Kargil tahun 1999.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here