HAMILTON – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti semakin memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza, menyebut wilayah itu sebagai “padang puing” dengan “tindakan yang menyerupai kejahatan internasional paling berat.”
“Sejak eskalasi konflik ini pada Oktober 2023, kami telah melaporkan kepada Dewan (Keamanan PBB) tidak kurang dari 16 kali,” kata Joyce Msuya, Pelaksana Tugas Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang Palestina, Selasa (12/11/2024).
Msuya mengecam dampak dari eskalasi terbaru, dengan menyatakan bahwa warga sipil “terusir dari rumah mereka, tercerabut, dan kehilangan martabat” serta sering harus menyaksikan kematian anggota keluarga.
Ia juga menggambarkan kondisi mengerikan anak-anak yang terluka, yang dalam beberapa kasus diberi tulisan di tangan mereka bertuliskan “Anak Terluka, Tidak Ada Keluarga yang Selamat.”
Menyampaikan bahwa kehancuran di Gaza kini mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan lebih dari 70 persen rumah warga rusak atau hancur, Msuya mempertanyakan, “Langkah pembedaan dan pencegahan apa yang sebenarnya telah diambil?”
“Kita sedang menyaksikan tindakan yang mengingatkan pada kejahatan internasional terberat,” tegasnya.
Msuya mencatat bahwa serangan terbaru Israel di Gaza Utara bulan lalu adalah versi yang lebih intens, ekstrem, dan cepat dari kengerian yang terjadi setahun terakhir.
Serangan berkelanjutan Israel kini mempengaruhi sekitar 75.000 orang yang terjebak di Gaza Utara dengan pasokan makanan dan air yang sangat terbatas.
Msuya juga mengkritik blokade Israel terhadap pasokan bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengoperasikan peralatan penyelamatan, menyebutnya sebagai tindakan yang menunjukkan kekejaman yang seolah tiada batas di Gaza.
“Warga yang terkepung sekarang mengaku takut bahwa mereka akan menjadi sasaran jika menerima bantuan,” katanya.
Msuya juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap rancangan undang-undang baru di Knesset Israel yang bertujuan melarang aktivitas badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mulai Januari mendatang.
Ia memperingatkan bahwa, “Jika undang-undang ini diterapkan, hal itu akan sangat menghambat bantuan penyelamatan jiwa dan pencegahan kelaparan. Tidak ada organisasi lain yang dapat menggantikan peran ini.”
Mendorong adanya tindakan internasional segera, Msuya meminta negara-negara anggota PBB untuk menggunakan tekanan diplomatik dan ekonomi, pembatasan transfer senjata, serta melawan impunitas guna mencegah penderitaan yang lebih lanjut.
Ia juga meminta Dewan Keamanan untuk memanfaatkan otoritasnya sesuai Piagam PBB guna memastikan ketaatan pada hukum internasional dan penerapan penuh dari resolusi-resolusinya.