
Kelompok Koalisi Masyarakat sipil berkemah di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (7/4) sebagai bentuk penolakan terhadap Revisi Undang-Undang TNI.
Kompas.com melaporkan (7/4), sebagian dari mereka ikut bergabung dalam aksi tersebut sepulang bekerja dalam aksi damai menentang revisi UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI yang dianggap sebagai penghianatan terhadap amanat Reformasi dan kembalinya Dwifungsi ABRI yang terjadi di era Orde Baru.
“Saya sendiri besok mungkin enggak langsung bisa hadir, karena harus bekerja dulu. Jadi digantikan sama orang lain dulu. Kita pun enggak bisa menjumlahkan atau menghitung, “ ujar seorang peserta, Al saat ditemui di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR RI, Senin (7/4).
Al mengatakan, aksi ini tidak diorganisasi oleh kelompok mana pun. Dia dan peserta lain hadir atas kesadaran masing-masing sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menolak disahkannya RUU TNI.
“Kita dari koalisi masyarakat sipil biasa, enggak terikat aliansi manapun,” ucapnya. Pengamatan Kompas.com di lokasi, tiga tenda berwarna merah dan hitam didirikan tepat di depan gerbang besi setinggi kurang lebih dua meter yang membatasi akses ke Kompleks Parlemen.
Di bagian depan tenda-tenda tersebut, tikar digelar dan digunakan oleh para peserta untuk duduk-duduk, berbincang, atau membaca buku.
Meski tak menampakkan spanduk atau poster protes, mereka menyatakan tujuan utama aksi ini adalah mendesak pembatalan UU TNI yang telah disahkan pada 20 Maret 2025 lalu.
“Tuntutannya, kita ingin membatalkan revisi UU TNI yang sudah disahkan. Skala prioritasnya di situ, karena walaupun masih banyak isu yang perlu dijawab. Kita ingin membatalkannnya,” tegas Al.
Cara protes lebih aman
Al menerangkan, aksi berkemah dipilih karena dianggap sebagai cara protes yang lebih aman, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas tindakan represif terhadap demonstrasi besar-besaran.
“Kalau misalkan kita menggelar aksi dengan skala besar, sangat risiko, memakan korban jiwa ataupun luka-luka. Kita ingin belajar menggunakan metode lain yang bisa lebih baik atau bisa lebih aman,” ungkap Al.
Al menegaskan bahwa aksi ini terbuka untuk siapa pun yang ingin berpartisipasi, termasuk seniman atau komunitas masyarakat lainnya. Tidak ada batasan maupun sekat antarkelompok.
Al meyakini bahwa para peserta akan terus berdatangan setiap harinya, bergantian berkemah dan melakukan aksi demonstrasi selama tuntutan mereka belum dipenuhi. “Sampai UU TNI dibatalkan,” tegasnya.
Adapun revisi RUU TNI mencakup perubahan empat pasal, yakni Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 7 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit.
Yang paling menjadi sorotan dalam RUU TNI adalah perubahan Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil.
Berdasarkan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI lama, terdapat pasal yang menyebut prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Dukung Supremasi Sipil
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa dirinya menjadi salah satu orang yang mendukung supremasi sipil dan membawa TNI kembali ke barak.
Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam menjawab kekhawatiran kembali lahirnya dwifungsi ABRI lewat revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI).
“Yang bawa TNI itu kembali ke barak siapa? Pemimpin-pemimpin TNI itu sendiri. Kita sadar waktu itu, Pak Wiranto, Pak (Susilo Bambang) Yudhoyono, dan Pak Agus Wirahadikusuma, termasuk saya. Saya yang dorong,” ujar Prabowo saat bertemu dengan enam pemimpin redaksi (pemred) di Hambalang, Bogor, Senin.
“Saya yang pertama di tubuh TNI yang menyatakancivilian supremacy. Saya tunduk dan saya buktikan bahwa saya tunduk kepada pemimpin sipil,” sambungnya.
Ia kembali menegaskan RUU TNI yang sudah disahkan menjadi undang-undang bukanlah alat untuk kembali menghidupkan Dwifungsi TNI.
Sejumlah kekurangan TNI, ujarnya, juga akan terus diperbaiki, meskipun tingkat kepuasan publik terhadapnya merupakan yang teratas menurut berbagai hasil survei.
“Memang ada kekurangan. Ada unsur-unsur atau hal-hal yang tidak baik. Ini tanggung jawab kita bersama. Mari kita perbaiki. Saya tegas terus di TNI dan Polri. Bereskan. Bersihkan diri kalian sebelum nanti saya ambil tindakan atas nama sebagai mandataris rakyat,” ujar Prabowo.
Kekhawatiran publik jika TNI merambah ke institusi nonmiliter, selain berpotensi menghambat karier sipil profesional, sulit diawasi karena berada di domain peradilan militer yang tertutup, juga bakal mendegradasi kompetensi mereka sebagai militer profesional.
Profesi militer menuntut displin tinggi, kesamaptaan fisik mau pun mental, harus terus diasah untuk menghadapi potensi ancaman yang terus berubah dan juga dimodernisir sesuai perkembagan teknologi alusista. (kompas.com/ns)