Perang Ukraina: Saling Langgar Gencatan senjata

Rusia dan Ukraina saling tuding terkait gencatan senjata pada perayaan Paskah yang diumumkan Presiden Rusia Vladimir Putin Minggu lalu (20/4) (ilustrasi tank/kemenhan Ukraina)

RUSIA dan Ukraina saling tuduh melanggar gencatan senjata selama sehari  yang diumumkan oleh Presiden Vladimir Putin pada perayaan  Paskah,  Minggu (20/4).

Sebenarnya, seperti dilaporkan AFP (23/4), gencatan senjata satu hari ini diharapkan menghentikan seluruh aktivitas militer hingga tengah malam waktu Moskwa, tetapi klaim pelanggaran muncul dari kedua belah pihak.

Perang Rusia vs Ukraina sudah berjalan 38 bulan sejak invasi negara Beruang Merah ke negara tetangganya itu pada 24 Feb. 2022 dengan dalih, rencana Ukraina bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pimpinan Amerika Serikat (AS) bakal mengancam kedaulatannya.

Kremlin menegaskan bahwa tidak ada perintah dari Presiden Putin untuk memperpanjang gencatan senjata setelah batas waktu yang ditentukan. “Tidak ada perintah lain,” saat ditanya tentang kemungkinan perpanjangan, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters.

Sebaliknya, Menlu Ukraina Andrii Sybiha menilai, sikap Rusia menjadi cerminan nyata komitmen mereka terhadap upaya perdamaian yang digagas oleh AS termasuk usulan gencatan senjata selama 30 hari.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuding Rusia hanya berpura-pura mematuhi gencatan senjata dengan  melancarkan ratusan serangan artileri, Sabtu (19/4) malam dan lebih banyak lagi keesokan harinya.

Zelensky mengungkapkan melalui akun X bahwa Rusia telah melancarkan 67 serangan sejak tengah malam hingga pukul 20.00 waktu setempat.”P utin mungkin tidak memiliki kendali penuh atas pasukannya, atau situasi membuktikan bahwa Rusia tidak berniat untuk mengakhiri perang,” tulis Zelensky.

Zelensky mengusulkan agar Rusia menghentikan serangan drone dan rudal terhadap sasaran sipil selama 30 hari jika mereka benar-benar menginginkan perdamaian.

Tuduhan Rusia

Sementara itu, Kemhan Rusia menuduh Ukraina telah melanggar gencatan senjata lebih dari 1.000 kali, yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa di kalangan warga sipil.

Pasukan Ukraina dilaporkan menembaki posisi Rusia 444 kali dan melancarkan lebih dari 900 serangan drone ke  wilayah Crimea serta perbatasan Rusia di Bryansk, Kursk, dan Belgorod sehingga menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan kerusakan bangunan sipil.

Sementara itu, Kemenlu Ukraina memanggil dubes China untuk menyampaikan pernyataan kekhawatiran serius terkait tuduhan adanya sukarelawan China yang terlibat dalam tentara Rusia  dan perusahaan China yag mendukung Rusia memproduksi perangkat keras militer.

Zelensky menyatakan, sedikitnya 155 warga China terlibat dalam pertempuran bersama pasukan Rusia, dan dua di antaranya telah ditahan oleh Ukraina.

Kemlu Ukraina juga telah mengirimkan “bukti” kepada utusan China di Kyiv, Ma Shengkun, untuk mendukung klaim tersebut, namun China sendiri membantah tuduhan bahwa mereka telah menyediakan senjata kepada Rusia.

Pertemuan London

Sekutu-sekutu Ukraina dijadwalkan untuk membahas kemungkinan kesepakatan yang dapat mereka dukung bersama dalam pertemuan di London, Rabu ini (22/4).

Menlu AS Marco Rubio tidak akan menghadiri perundingan tersebut karena masalah jadwal, namun utusan AS untuk Ukraina Keith Kellogg akan ikut serta.

Sementara itu, para pemimpin Eropa sedang berusaha keras mencari cara untuk mendukung Ukraina, terutama jika Presiden Trump menarik dukungan militer dan finansial kepada Ukraina.

Zelensky menegaskan, gencatan senjata tanpa syarat merupakan prioritas utama dalam perundingan yang akan berlangsung di London.

Ia mengusulkan penghentian serangan rudal dan pesawat nirawak terhadap fasilitas sipil setidaknya selama 30 hari.

Namun Putin mengungkapkan keraguannya terhadap usulan tersebut, dengan alasan Kyiv menggunakan fasilitas sipil untuk tujuan militer.

Meskipun demikian, Putin tetap membuka prospek untuk melanjutkan perundingan bilateral, walaupun Peskov menyatakan “tidak ada rencana konkret” untuk berbicara langsung dengan Kyiv.

“Jika kita berbicara tentang infrastruktur sipil, maka kita perlu memahami mana infrastruktur sipil dan mana yang menjadi target militer,” jelas Peskov.

Kedua belah pihak tampaknya sedang “buying time” atau mengulur waktu untuk memperkuat  nilai tawar masing-masing saat tampil di meja periundingan nanti.(AFP/Reuters/ns)

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here