
JAKARTA (KBK) – Peraturan daerah tentang TJSP (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) atau Perda CSR dibuat bukan untuk memfasilitasi dan menguatkan praktik CSR, melainkan untuk menjadikan CSR sebagai dana alternatif pembangunan daerah.
Melalui Perda CSR, Pemerintah daerah mengarahkan program CSR perusahaan untuk mendanai program-program daerah, khususnya pembangunan infrastruktur. Selain tidak berdampak positif bagi praktik CSR, Perda ini juga berpotensi menciptakan ekonomi biaya tinggi dan menghambat iklim investasi di daerah.
Demikian rangkuman hasil penelitian PIRAC (Public Interest Reserch Advocacy Center) bekerja sama dengan Yayasan TIFA mengenai Implementasi dan Dampak Peraturan Daerah tentang Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan atau yang dikenal sebagai Perda CSR.
Hasil penelitian ini dipaparkan di acara diskusi publik yang digelar pada hari Rabu (14/12/2016) di Paramadina Graduate School, Jakarta.
Selain diisi oleh paparan hasil penelitian dari Tim PIRAC, Acara tersebut menghadirkan Suryani Motik (Wakil Ketua Kadin), Rahayu Saraswati (anggota Komisis 8 DPR RI), Jalal (akademisi dan praktisi CSR) dan Rizal Malik (Yayasan TIFA) sebagai pembahas.
Hasil riset PIRAC menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, puluhan Peraturan Daerah (Perda) mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) disahkan di berbagai daerah di Indonesia.
“PIRAC mencatat 90 Perda CSR sudah disahkan yang tersebar di 15 propinsi, 59 kabupaten dan 16 kotamadya,” ujar Hamid Abidin, mewakili Tim Peneliti PIRAC kepada KBK.
Jumlah Perda CSR ini, katanya, dipastikan akan terus bertambah karena 35 daerah lainnya saat ini sedang menyelesaikan pembahasan Raperda CSR.
Dilanjutkan Hamid, telaah tim peneliti PIRAC terhadap dokumen Perda-Perda TJSP/CSR, menemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian isi Perda dengan Undang-undang peraturan pemerintah mengenai TJSP/CSR yang dijadikan acuan.