Plus-minus RI Gabung BRICS

0
83
RI masuk negara yang berpeluang besar bergabung sebagai anggota blok ekonomi BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afsel) yang sedang menggelar KTT ke-15 di Yohannesburg, Afsel, 22-24 Agustus.

PENGAJUAN RI sebagai anggota baru dalam BRICS (Brazil, Rusia, India, China, South  Afrika) dalam KTT k-15 blok ekonomi lima negara itu di Yohannesburg, Afsel 22-24 Agustus kemungkinan besar bakal disepakati.

Selain pembetukan mata uang bersama BRICS untuk menggantikan peran dollar AS yang agaknya sulit diwujudkan paling tidak dalam waktu dekat ini, agenda penambahan anggota baru kemungkinan  bakal disepakati dalam forum KTT ke-15 BRICS.

RI sejauh ini masuk dalam daftar 40 negara yang mempertimbangkan bergabung ke aliansi ekonomi tersebut yang diharapkan ke depannya mampu bersanding dengan G7 atau G20 bentukan Barat.

Hadir 69 kepala negara dalam KTT kali ini termasuk Presiden Joko Widodo yang diundang, juga Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Presiden Argentina Alberto Fernandez. Ketiga negara  disebut-sebut sebagai calon kuat anggota baru BRICS.

BRICS awalnya beranggotakan empat negara (Brazil, China, India dan Rusia) yang didirikan pada 16 Juni 2009, lalu Afrika Selatan ikut bergabung setahun kemudian (2010).

Menurut Menlu Afsel, Naledi Pandor, paling tidak ada 40 negara yang menyatakan minatnya bergabung ke dalam BRICS , 23 di antaranya benar-benar serius mendaftarkan diri.

“Situasi geopolitik saat ini mendorong minat menjadi anggota BRICS, sejalan dengan tekad negara-negara Selatan mencari alternatif (aliansi-red) di tengah era multipolar, “ ujar Menlu Afsel seperti dikutip media setempat, IOL.

Sejumlah pejabat dan diplomat RI mengamini, Indonesia sudah mencermati dan menimbang-nimbang berbagai aspek terkait keanggotaannya dalam BRICS, namun Presiden Jokowi sampai menjelang keberangkatannya ke Afrika, Minggu (20/8), belum menyampaikan sikap resmi RI.

RI Berpeluang Besar 

Media Rusia Vedomosti menyebutkan RI dan Arab Saudi berpeluang besar menjadi anggota baru BRICS, dan hal senada juga ditulis oleh peneliti BRICS Yaroslav Lisovolik yang menyebutkan, BRICS belum punya wakil di Timur Tengah dan Asia Tenggara, padahal kedua kawasan makin penting di tataran global.

Namun di kalangan internal BRICS sendiri, masih ada perbedaan sikap mengenai masuknya anggota baru. China dan Brazil berharap agar kriteria calon anggota ditetapkan dulu, sementara Afsel akan menimbang-nimbangnya.

Sebaliknya, Rusia dan China sangat ambisius untuk menarik sebanyak mungkin anggota baru dalam upaya menyeimbangkan tatanan global yang saat ini dianggapnya didominasi oleh  AS dan Barat

Jumlah penduduk BRICS saat ini mencakup hampir separuh (43 persen) populasi dunia, dengan nilai 16 persen dari total perdagagan global, sementara menurut Bank of America, gabungan produk domestik bruto (PDB) BRICS setara 36 persen dari PDB global, dibandingkan G7 seebsar 27 persen.

Bagi RI, bergabung dalam BRICS sejalan dengan politik bebas aktif sesuai amanat konstitusi di tengah dominasi Barat pimpinan AS di forum G7 dan G20, kehadiran BRICS yang dimotori raksasa Rusia dan China menjadi blok penyeimbang.

Pengamat IISS, Fitriani menilai, sisi negatifnya jika bergabung dalam BRICS,  AS bisa menganggap RI lebih condong ke Rusia dan China yang nota bene berseberangan dengan AS dan konco-konconya terkait isu ekonomi mau pun Perang Rusia dan Ukraina.

“Bisa jadi, RI akan mengalami tekanan politik yang bakal berdampak ke bidang ekonomi, “ tuturnya.

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">