spot_img

PPKM Darurat, “Pertaruhan” Perang Lawan Covid

PEMBERLAKUAN Pembatasan Kegiatan Masyrakat (PPKM) Darurat se-Jawa dan Bali yang digelar antara 3 sampai 20 Juli akan diuji keampuhannya memutus rantai penyebaran Covid-19 yang sedang menuju puncak.

Sebelumnya, sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama, 10 April 2020 yang diperlonggar dan diperketat serta beberapa kali diperpanjang, ditambah PPKM Mikro, belum mampu menaklukkan virus corona SARS-CoV penyebab Covid-19 itu.

Selain inkonsistensi kebijakan dan pengawasannya, lemahya sanksi, komitmen sebagian pejabat dan kepala daerah, ditambah rendahnya literasi dan disiplin publik, berkontribusi bagi kurang berhasilnya kebijakan tersebut, belum lagi munculnya varian virus Delta yang lebih cepat menyebar.

“Jika pengawasannya tidak jalan, saya khawatir PPKM Darurat juga tidak ada bedanya dengan kebijakan terdahulu. Percuma saja, semua terus diulang dari awal lagi, “ kata pakar Sosiologi Bencana dai Nanyang University of Technology, Singapura, Sulfikar Malik.

Apa yang dicemaskan Malik, juga diamini sejumlah pakar dan publik, karena “greget”, komitmen dan pemahaman kepala daerah   terkait penanganan Covid-19  jugaberbeda-beda.

Ada yang Menolak

Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono misalnya, yang menolak karantina wilayah (lockdown) di wilayahnya, bahkan menuding, pihak rumah sakit sengaja “mengcovidkan” pasien untuk mencari keuntungan.

Ada kepala daerah yang bekerja “ala kadarnya” atau sekedar pencitraan, padahal kerja keras ekstra dituntut untuk menahan laju penyebaran Covid-19 yang makin menggila,  sehingga jika gagal,  kolapsnya fasilitas kesehatan sudah di depan mata.

Ada pula kepala daerah yang sengaja menutup-nutupi kasus Covid-19 di wilayahnya untuk menghindari  penilaian “rapot merah” kinerjanya, padahal  ulah semacam ini bisa menyebabkan lonjakan kasus paparan Covid-17 tak terduga.

Gawatnya situasi tercemin dari laporan kasus pertambahan harian yang memecahkan rekor hari demi hari. Sejak 24 Juni, nyaris  di atas 20.000 kasus (20.574)  dan pada 1 Juli  24.836 kasus. Total seluruhnya ada 2.203.108 kasus orang terpapar, 58.995 meninggal.

Lonjakan jumlah korban juga tercermin dari penuhnya RS-RS di kota-kota di Jawa terutama wilayah Jabodetabek, bahkan pasien Covid-19 selain dirawat di tenda-tenda darurat, juga di emper-emper RS, bahkan sebagian malah ditolak.

Sudah sekitar 1.000 nakes berguguran termasuk 406 dokter, sehingga selain kolapnya fasilitas kesehatan, RS-RS juga bakal kekurangan nakes, sementara pemakaman-pemakaman umum juga dibanjiri jenasah korban Covid-19.

Di 122 Kabupaten/kota se-Jawa- Bali

PPKM Darurat diberlakukan di 48 kabupaten/kota se-Jawa dan Bali yang berada di pandemi level 4 (kedaruratan: terkait positivity, mortality rate, jumlah kasus etc.) dan 74 kabupaten/kota pada level 3.

Selain menyasar perubahan perilaku warga (dengan pengenaan sanksi pidana atau denda),  PPKM Darurat juga menggalakkan program 3T (Testing, Tracing dan Treatment).

Pengambilan sampel (testing) akan ditingkatkan tiga sampai empat kali  (menjadi 400 – 500 ribu per hari), positivity rate diturunkan sampai di bawah 10 pesren dan kasus harian di bawah 10.000 orang.

Selama PPKM Darurat akan diberlakukan pembatasan lebih ketat, misalnya kerja dari rumah (WFH) 100 persen untuk sektor non essential dan seluruh kegiatan belajar mengajar melalui daring.

Bagi sektor essential, diberlakukan 50 persen maksimum staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan.

Cakupan sektor essential: keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri berorientasi ekspor.

Sektor kritikal:  energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital, penanganan bencana, proyek strategis, konstruksi, utilitas dasar (a.l listrik dan air) serta industri pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Tempat-tempat peribadatan sementara ditutup.

Supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasionalnya sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan 50 persen  pengunjung). Apotik dan toko obat bisa buka 24 jam.

Keseriusan segenap pejabat dan staf instansi di pusat mau pun daerah terkait penanganan Covid-19, juga kesadaran dan kepatuhan warga dituntut dalam perang melawan musuh bersama, Covid-19.

 

 

 

 

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles