JAKARTA – Semangat meraih kemenangan Lebaran sudah terasa di mana-mana. Sebulan penuh setelah merayakan ibadah shaum Ramadhan, kini saatnya umat Muslim dunia bersiap-bersiap meraih hari raya terbesar mereka yaitu Iedul Fitri.
Indonesia memiliki tradisi tersendiri dalam merayakan Iedul Fitri tanpa menambahi atau mengurangi tuntunan yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tradisi yang berkesan di hati adalah pulang kampung alias mudik.
Ya, mudik seperti kewajiban yang harus dilakukan setiap tahun oleh mereka yang bekerja di Jakarta dan memiliki kampung halaman di daerah baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Ada spirit tersendiri yang dibawa para pemudik. Mereka semua mengusung semangat mempererat tali silaturahim dengan sanak saudara di kampungnya. Rasanya seperti kurang lengkap jika tidak berlebaran di udik.
Seperti Dwi, pria berusia 26 tahun yang sudah lama bekerja di Depok. Dia bersama kakak dan keponakannya sudah menanti momen yang paling dirindukan ini. Di bawah terik pool bus antar kota terminal Depok, Dwi sabar menanti kendaraan yang akan membawanya ke kampung halaman.
“Selain karena Lebaran saya enggak pernah pulang kampung, mas. Saya mudik berempat bersama keluarga,” kata Dwi, Selasa (14/07/2015).
Di Depok, Dwi bekerja sebagai karyawan swasta di perusahaan percetakan digital. Dia mengaku mengumpulkan uang sedikit demi sedikit agar bisa mudik dan bertemu dengan orang tua serta sanak saudara lainnya di kampung.
Rasa lelah selama di perjalanan ataupun mahalnya ongkos yang dikeluarkan tidak menjadi masalah asalkan Dwi bisa menyambung tali persaudaraan dengan handai taulan di Wonogiri.
Di sana, Dwi hanya akan beristirahat setelah penat dengan kesibukan kota megapolitan. Mungkin sepintas bagi orang lain tidak ada artinya namun bagi Dwi beristirahat sejenak dengan keluarga adalah momen yang tidak bisa dia temui setiap hari.
“Ada rasa rindu dengan suasana kampung. Saya cuma mau berkumpul bersama keluarga. Suasana kekeluargaan yang paling saya cari kalau mudik,” kata Dwi.
Begitu juga dengan Yanto, yang mencari suasana kekeluargaan saat mudik ke kampungnya di Banjarnegara. Bersama kakak kandungnya, Yanto menuju kampung halamannya sore tadi dengan menggunakan sepeda motor bebeknya.
Sebenarnya keberadaan Yanto di pool bus antar kota adalah untuk mengantarkan pulang sanak saudaranya yang lain yang mudik menggunakan bus. Namun Yanto memiliki alasan mengapa lebih memilih sepeda motor dibandingkan angkutan umum.
Selain lebih ekonomis, dengan menggunakan sepeda motor dinilainya lebih efektif ketika harus melakukan aktivitas di kampung. “Kan kalau pakai motor bisa lebih cepat sampainya saat berkunjung ke rumah saudara,”ujar Yanto.
Dia mengisahkan, yang paling sangat dirindukan saat mudik adalah perjumpaannya dengan anak dan istrinya. Yanto sengaja berpisah dengan mereka berdua karena alasan ekonomi. Sebagai buruh bangunan yang penghasilannya tidak seberapa akan sangat berat jika anak dan istrinya harus tinggal di Depok.
“Apalagi biaya sekolah di Depok mahal sekali. Berbeda dengan di Banjarnegara yang biaya sekolah dan biaya hidupnya masih murah,” ujar Yanto yang mengaku anaknya sudah duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar.
Yanto berharap suatu saat nanti bisa berkumpul dengan keluarganya secara utuh di kota yang sama. Entah di Banjarnegara atau di Depok. Namun saat ini dia hanya bisa mensyukuri apa yang sudah Allah berikan kepadanya.