spot_img

Spekulan Oksigen, Penghianat

ENTAH bagaimana hati nurani mereka yang tega-teganya menimbun atau menjual dengan harga tinggi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh pasien Covid-19 yang sedang meregang nyawa.

Di RSUP Dr. Sardjito, DI Yogyakarta saja, nyawa 63 pasien, sebagian yang dirawat di ruang intensif (ICU) akibat terpapar Covid-19,  tidak terselamatkan (Sabtu, 3/7) karena kehabisan oksigen.

Unsur gas kimia itu menjadi alat penyelamat bagi orang terpapar virus corona penyebab Covid-19  dengan gejala gangguan sistem pernafasan atau pneumonia yang diserangnya.

Permintaan bantuan oksigen, menurut Dirut RS Sardjito, Rukmono Siswihanto, sebelumnya sudah dilayangkan pihaknya kepada  Menkes, Gubernur DIY dan instansi terkait lainnya, Sabtu (3/7).

Surat itu antara lain memuat situasi kritis yang dihadapi salah satu RS rujukan penanganan Covid-19 itu karena stok oksigen central ang dimilikinya sudah menipis dan diperkirakan habis pada Sabtu sore.

Saat stok oksigen central benar-benar habis, pukul 20.00 WIB,  masih bisa digunakan oksigen tabung, termasuk bantuan dari RS Universitas Gajah Mada, Polda DIY serta bantuan oksigen cair dari Kab. Kendal yang tiba, Minggu (4/7) dinihari.

Ke-63 pasien yang meninggal, terakumulasi dari jumlah hari sebelumnya (Sabtu, 4/7), tidak hanya pasien yang menggunakan oksigen atau  positif Covid-19, tetapi juga penyakit lainnya.

Tidak Terima Pasien

Sejumlah fasilitas layanan kesehatan seperti RS PKU Muhammadiyah, Yogyakarta, RS Al-Islam, Bandung dan sejumlah lainnya juga melaporkan, terpaksa melakukan buka-tutup penerimaan pasien akibat kehabisan stok oksigen.

Di DIY, kebutuhan oksigen sekitar 17 ton sehari saat normal, melonjak menjadi 20 ton untuk memenuhi kebutuhan 27 RS Rujukan Covid-19, sementara ratusan orang yang antri  mengular membeli oksigen tampak di Jl.Swadarma Raya, Ulujami, Pesanggerahan, dan Jl. Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan.

Selain ulah para spekulan, menghilangnya pasokan oksigen tabung berbagai ukuran juga terjadi akibat “panic buying” warga mengantisipasi jika ada anggota keluarga yang memerlukan oksigan saat isoman di rumah atau dirawat di RS.

Kepanikan warga bisa dipahami, di satu pihak, mereka diimbau untuk tidak tergesa-gesa merujuk anggota keluarga mereka ke RS yang nyaris penuh dan sebagian malah sudah “over capacity”, cukup diisoman di rumah saja.

Di pihak lain, isolasi mandiri di rumah, tanpa pengawasan nakes  juga berisiko, karena sudah ada pasien yang meninggal karena tidak terselamatkan.

Seruan agar para spekulan oksigen, bahan makanan dan obat-obatan selama pandemi dituntut hukuman berat juga diingatkan oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan dan kalangan DPR.

Luhut mengingatkan, agar tidak ada pihak yang bermain-main di tengah pandemi Covid-19, sementara kalangan DPR meminta  pemerintah mengenakan hukuman berat pada pelaku dan ada juga yang meminta agar pemerintah mengambil langkah luar biasa untuk mengatasi kelangkaan oksigen.

Selain langka, harga oksigen juga melambung, dari biasanya Rp10.000 untuk pengisian 0,5 M3, Rp15.000 satu M3 dan Rp30.000 ukuran 2 M3, bahkan ada yang dilaporkan naik puluhan kali lipat sehingga DPR juga meminta agar harga patokan oksigen ditetapkan.

Praktik menimbun obat dapat dijerat Pasal 15 UU No. 4 Tahun 1984 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular dengan ancaman 10 tahun penjara atau pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan No.6 tahun 2018 dengan ancaman satu tahun penjara dan atau denda maks. Rp100-juta.

Selain sanksi hukuman, para spekulan obat-obatan, oksigen atau apa saja yang diperlukan untuk mengatasi pandemi Covid-19 jelas ulah mereka bisa disebut sebagai penghianat bangsa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles