DI saat Menkeu Sri Mulyani khawatir rakyat jadi malas bayar pajak gara-gara kasus Mario Dandy anak pejabat pajak berharta Rp 56,1 miliar, KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pasar Rebo (Jaktim) memberikan penghargaan pada 11 tokoh yang patuh bayar pajak. Ini kesannya seperti dadakan saja dan ada korelasinya. Tapi baguslah, sebab jika WP (Wajib Pajak) sampai malas membayar kewajibannya, apa kata dunia? APBN bisa terganggu, sebab 70 persen realisasi APBN memang ditopang dadi pemasukan pajak.
Ke-11 tokoh yang Senin kemarin meraih penghargaan itu di antaranya adalah, mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto, mantan Wakil Kepala BIN, Letnan Jenderal TNI (Purn) Torry Djohar Banguntoro. Selanjutnya Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, dan Direktur Utama RSUD Pasar Rebo, dr Isnindyarti.
Dewasa ini Ditjen Pajak Kemenkeu memiliki 38 KPP seluruh Indonesia. Jika 1 KPP saja tercatat ada 11 pembayar pajak nan patuh, dikalikan 38 KPP terdapat 418 pembayar pajak yang tak pernah telat dan nunggak. Diyakini, jumlah tokoh nasional maupun lokal yang patuh bayar pajak pasti tidak hanya ratusan orang, bisa ribuan bahkan jutaan orang. Diharapkan moment di KPP Pasar Rebo dan KPP lainnya ini bisa menulari kepatuhan WP perorangan maupun badan hukum.
Gara-gara ulah Mario Dandy anak pejabat Kanwil Pajak Jaksel Rafael Alun Trisambodo, dampak dan imbasnya jadi melebar ke mana-mana. Meski bapak dari anak badung itu sudah dicopot dari jabatannya, si badung Mario juga sudah dikandangi, dan dapat bonus omelan dari Dedy Corbuzier lewat podcastnya, masalahnya tak lalu selesai sampai di situ.
Seperti yang dikhawatirkan Menkeu Sri Mulyani, public mulai bersuara. Setidaknya mantan Ketum PB NU KH Said Aqil Siradj telah bicara keras, “Jika pajak terus diselewengkan, umat NU jangan bayar pajak!” Nah lho, ini gertakan untuk kedua kalinya dari pimpinan kaum nadliyin. Tahun 2010 lalu, ketika Gayus Tambunan jadi tukang tilep setoran pajak, KH Said Aqil Siradj yang masih Ketum PBNU juga pernah mengeluarkan ancaman yang sama. Buru-buru Presiden SBY melobi NU dan umatnya Aqil Siradj tak jadi ngambek.
Menkeu Sri Mulyani di era SBU pernah merasakan, betapa geregetannya menghadapi wajib pajak yang bandel karena owel (sayang keluar uang). Pernah dia konflik dengan Menko Kesra Aburizal Bakrie gara-gara konglomerat pemilik Lumpur Lapindo itu males-malesan bayar pajak. Maka ketika Sri Mulyani pindah ke AS karena menjadi Direktur Bank Dunia, Aburizal Bakrie makplong…….seperti baru saja mata terbebas dari kelilipan.
Sebagaimana telah disinggung di atas, di era SBY Menkeu Sri Mulyani juga punya anak buah petugas pajak paling thengil, yakni Gayus Tambunan. Masih muda tapi bakat malingnya sudah terlihat nyata. Dia suka main “lapan anem” (baca: damai) dengan wajib pajak. Misalnya pajak seharusnyua sebanyak Rp 5 miliar, diotak-atik oleh Gayus menjadi tinggal Rp 2,5 miliar. Dia sendiri oleh tip dari wajib pajak Rp 500 juta.
Dan Gayus agaknya punya talenta untuk menjadi penjahat. Sudah dipenjara di LP Sukamiskin pun masih bisa jalan-jalan ke Bali, dengan menyogok petugas. Meski duitya belum sebanyak ayah Mario Dandy, tapi saat belum ketangkep suka pamer kekayaan di kampung ibunya, di Pituruh Kabupaten Purworejo (Jateng). Setiap mudik Lebaran ratusan merah dibagi-bagi pada setiap tamu yang datang.
Kini Rafael Alun ayah Mario Dandy masih dalam pemeriksaan KPK. Jika ternyata dia memperoleh kekayaannya tidak wajar alias dari hasil korupsi atau pencucian uang, bukan tidak mungkin bakal menemani Gayus Tambunan di LP Sukamiskin. Meski dia sudah mengundurkan diri, bisa saja dia ditarik kembali dalam arti diusut lagi kejahatannya atas uang negara.
Jadi orang kaya raya macam ayah Mario Dandy ini apa enaknya? Dalam podcast-nya Deddy Corbuzier beberapa hari lalu, tak hanya Mario saja yang disemprot habis, tapi bapaknya juga dikritik sebagai tak bisa mendidik anak. Mendidik anak bukan dengan cara dimanjakan, segala keinginannya dipenuhi mentang-mentang bisa membelikannya. Kata orang Sleman tempat asalnya Rafael Alun, ini namanya: welas tanpa alis. (Cantrik Metaram)