
SETELAH diguncang aksi-aksi unjukrasa gen Z, Madagaskar dibayang-bayangi upaya perebutan kekuasaan akibat pebelotan sejumlah tentara.
Presiden Madagaskar Andry Rajoelina diberitakan Reuters, Minggu (12/10) memperingatkan adanya upaya kudeta setelah semakin banyak tentara bergabung dengan pengunjukrasa antai pemerintah.
Dalam pernyataannya di media sosial, kantor presiden menyebut situasi saat ini sebagai “percobaan kudeta ilegal dengan kekerasan.”
Rajoelina, yang kembali terpilih pada 2023, menyerukan dialog untuk menyelesaikan krisis, meski keberadaannya pada Minggu malam tidak diketahui, hingga banyak warga Madagaskar percaya, ia telah meninggalkan negara itu.
Situasi di Madagaskar mulai tak terkendali ketika unit elit Corps des Personnels et des Services Administratifs et Techniques (CAPSAT), yang dulu membantu Rajoelina merebut kekuasaan lewat kudeta pada 2009, kini berbalik menentangnya.
Pada Sabtu (11/10), pasukan CAPSAT mendesak rekan-rekan militernya untuk menolak perintah pemerintah dan mendukung para demonstran.
Dalam pernyataan yang disiarkan pada Minggu, para perwira CAPSAT mengeklaim telah mengambil alih kendali atas operasi keamanan negara dan mengoordinasikan seluruh cabang militer dari markas mereka di pinggiran ibu kota, Antananarivo.
Para pengunjukrasa juga menyebut telah menunjuk Jenderal Demosthene Pikulas, mantan kepala akademi militer, sebagai kepala staf angkatan darat yang baru.
Membelot
Tak lama kemudian, satuan paramiliter gendarmerie yang selama ini membantu polisi menekan unjuk rasa juga memutuskan untuk berpihak pada rakyat.
“Segala bentuk kekerasan dan perilaku tidak pantas terhadap warga sipil dilarang, karena gendarmerie adalah kekuatan untuk melindungi rakyat, bukan membela kepentingan segelintir orang,” demikian pernyataan resmi Pasukan Intervensi Gendarmerie Nasional yang disiarkan melalui Real TV.
Aksi unjuk rasa pecah sehari setelah Presiden Andry Rajoelina membubarkan kabinetnya untuk meredakan amuk massa.
Protes besar-besaran di Madagaskar bermula pada 25 September, dipicu oleh krisis air dan listrik, namun kini berkembang menjadi gerakan politik menuntut Presiden Rajoelina mundur, meminta maaf atas kekerasan terhadap demonstran, serta membubarkan Senat dan komisi pemilihan umum.
Gerakan ini terinspirasi oleh aksi-aksi protes generasi muda (Gen Z) di Kenya dan Nepal.
Di ibu kota Antananarivo, ribuan demonstran turun ke jalan pada Minggu sambil mengibarkan bendera nasional dan meneriakkan slogan anti-pemerintah di sepanjang Independence Avenue.
“Presiden sudah berkuasa lebih dari 15 tahun, tapi masih saja tidak ada air, listrik, dan pekerjaan (untuk rakyat),” kata Vanessa Rafanomezantsoa, ibu dua anak berusia 24 tahun yang menganggur.
“Lihatlah Madagaskar, mereka (pemerintah) kaya, sementara kami tidak punya cukup makanan,” imbuhnya.
Beberapa pengunjuk rasa mengenakan kaus bergambar tengkorak ber topi jerami dari serial Jepang One Piece — simbol yang juga digunakan oleh gerakan pemuda di Indonesia dan Peru.
Ribuan pendemo berkumpul di Lapangan 13 Mei, tempat bersejarah yang kerap menjadi pusat pemberontakan politik, untuk memberi penghormatan kepada seorang prajurit CAPSAT yang dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan gendarmerie.
Upacara itu dihadiri oleh tokoh agama, politisi oposisi seperti mantan Presiden Marc Ravalomanana, dan anggota militer yang membelot.
Reuters melaporkan sedikitnya tiga orang terluka akibat tembakan di jalan menuju barak CAPSAT, namun belum ada tanda pertempuran besar di ibu kota.
Sementara itu, Komisi Uni Afrika menyerukan ketenangan dan menahan diri.
Ketua Komisi, Mahmoud Ali Youssouf, mengimbau semua pihak untuk mencari solusi damai demi stabilitas Madagaskar.
Kondisi sosial-ekonomi rapuh
Krisis di Madagaskar terjadi di tengah kondisi sosial-ekonomi yang rapuh. Negara dengan populasi sekitar 30 juta jiwa itu memiliki median usia di bawah 20 tahun.
Menurut laporan Bank Dunia, tiga perempat penduduk hidup dalam kemiskinan dengan pendapatan rata-rata hanya 600 dollar AS (Rp 9.955.000) per tahun.
Lonjakan harga pangan memperparah penderitaan rakyat, sementara layanan publik semakin memburuk. Sebagai dampak dari ketegangan keamanan, maskapai Air France-KLM mengumumkan penangguhan penerbangan antara Paris dan Antananarivo dari 11 hingga 13 Oktober.
Dalam upaya meredam aksi demo, Presiden Rajoelina menawarkan dialog pada massa gen Z, namun ditolak.
Luapan kemarahan massa jika sudah sampai puncaknya tidak bisa dibendung, sehingga para elit dan penguasa hendaknya tidak menyia-nyiakan amanah yang dipercayakan oleh mereka. (Reuters/ns)




