AI dalam Dunia Anak: Ancaman, Tantangan dan Peran Orang Tua

0
101
Ilustrasi. (Foto: aici-umg.com)

JAKARTA – Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, menekankan bahwa berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem digital—mulai dari pemerintah hingga platform digital—perlu berperan aktif dalam memberikan literasi kepada orang tua di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memastikan pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang aman bagi anak-anak.

Firman mengungkapkan bahwa saat ini banyak penyalahgunaan AI yang menargetkan anak-anak dan dapat merugikan mereka, yang terjadi akibat kurangnya pendampingan orang tua dalam ruang digital.

“Orang tua itu harus tahu persis kalau semua penyimpangan yang melibatkan AI pada anak-anak itu mengandalkan pada penyalahgunaan data. Sayangnya, banyak orang tua belum memahami keamanan data. Di sinilah peran pemerintah, platform, dan lembaga terkait untuk memberikan penyuluhan yang sistematis,” katanya dilansir dari Antara.

Dalam menjelaskan ancaman yang ditimbulkan oleh AI terhadap anak-anak, Firman merujuk pada artikel yang dipublikasikan pada 2025 oleh Child Rescue Coalition, lembaga nirlaba asal Amerika Serikat, yang berjudul “The Dark Side of AI: Risks to Children”.

Beberapa ancaman yang disoroti antara lain AI-Generated Child Sexual Abuse Material (CSAM) dan AI-Driven Online Grooming.

  • AI-Generated CSAM

Bentuk kejahatan digital yang memanfaatkan algoritma AI untuk membuat materi pelecehan seksual anak, seperti foto atau video yang menargetkan wajah korban. Hasil manipulasi ini sering digunakan sebagai alat pemerasan terhadap anak di ruang digital.

  • AI-Driven Online Grooming

Bentuk kejahatan di mana AI digunakan untuk mengidentifikasi dan memanipulasi korban berdasarkan data digital mereka. Korban menjadi lebih rentan terhadap bujukan pelaku, yang kemudian dapat berujung pada eksploitasi.

Melihat ancaman yang semakin berkembang, Firman menekankan pentingnya literasi digital bagi orang tua agar mereka lebih memahami keamanan siber serta pemanfaatan AI yang bertanggung jawab dalam kehidupan digital anak-anak mereka.

“Sebenarnya sama dengan melindungi anak bergaul di dunia nyata, kan, orang tua tetap harus ambil andil, memastikan pola komunikasinya seperti apa dengan sekitarnya. Nah, itu orang tua harus terlibat. Ini juga sama di media sosial dan internet yang menyediakan pintu-pintu serupa,” katanya.

Agar literasi digital ini lebih efektif, Firman mengusulkan langkah-langkah yang bisa diambil oleh berbagai pihak:

1  Platform Digital

  • Menyediakan panduan tentang fitur-fitur pengawasan anak dalam bahasa yang mudah dipahami, termasuk dalam bahasa Indonesia.
  • Memastikan informasi tentang keamanan siber dapat diakses dengan mudah oleh orang tua.

2. Pemerintah

  • Mengembangkan regulasi yang tidak hanya mengatur penyelenggara sistem elektronik (PSE) tetapi juga para pengembang teknologi AI agar menciptakan sistem yang lebih aman bagi anak-anak.
  • Memastikan literasi digital bagi orang tua tersedia dalam bentuk panduan yang membantu mereka memahami aturan dan risiko AI.

Firman menekankan bahwa regulasi yang dibuat pemerintah seharusnya tidak hanya memperketat keamanan platform digital sesuai batas usia, tetapi juga memastikan orang tua mendapatkan edukasi yang cukup untuk membimbing anak-anak mereka dalam menggunakan teknologi dengan bijak.

“Aturan itu, selain memang para penyedia layanan platform digital harus diketatkan keamanan sibernya untuk pembatasan akses sesuai usia, tapi untuk orang tuanya juga harus dipastikan mendapatkan literasi yang setimpal sehingga anak-anak itu bisa dibina sama mereka,” tuturnya.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here