JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan bahwa persetujuan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sangat penting untuk mewujudkan keanggotaan penuh Palestina, yang saat ini masih berstatus negara pengamat nonanggota.
Namun, Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal menyebutkan bahwa Palestina belum berhasil menjadi anggota penuh PBB karena penolakan dari beberapa negara anggota tetap DK PBB.
“Masih ada negara-negara DK PBB yang memiliki hak veto tidak setuju dengan pemberian pengakuan status anggota penuh terhadap Palestina,” ujar Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Penolakan ini menjadi hambatan bagi Palestina, karena peningkatan statusnya harus disetujui terlebih dahulu oleh Dewan Keamanan PBB, yang hingga kini belum tercapai.
Padahal, semakin banyak negara yang mengakui kedaulatan Palestina, seperti yang baru-baru ini dinyatakan oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol.
Selain itu, Resolusi Majelis Umum PBB Nomor ES-10/23 yang disetujui oleh 143 negara anggota PBB pada 10 Mei tahun ini mencerminkan dukungan luas komunitas internasional bagi keanggotaan Palestina di PBB.
Hanya sembilan negara, termasuk Amerika Serikat dan Israel, yang menolak resolusi yang memberikan hak istimewa sebagai anggota penuh kepada Palestina di Majelis Umum. Sementara, 25 negara lainnya abstain.
“Kita tahu bahwa di Majelis Umum PBB sistemnya satu negara satu suara, jadi, tak ada yang punya keistimewaan di situ seperti halnya di Dewan Keamanan PBB,” kata Iqbal.
“Jadi, kalau ditanyakan di mana hambatannya? (Jawabannya) di DK PBB,” pungkasnya.