LANGSA – Anak-anak pengungsi Rohingya asyik bermain dengan aneka permainan yang disumbangkan donatur. Sebagian lagi bercengkerama di Sekolah Ceria yang diinisiasi Dompet Dhuafa. Keasyikan mereka telah menghilangkan trauma selama terombang-ambing di lautan sebelum mereka diselamatkan oleh nelayan Aceh, awal Mei 2015 lalu.
Sebagai anak-anak, bermain adalah pekerjaan yang menyenangkan. Derai tawa dan teriakan senang kerapkali meledak di sela-sela keasyikkan itu. Berlarian dan bercanda dengan teman sebaya menjadi hiburan sendiri bagi orang dewasa yang melihatnya. “Mereka hidup tanpa beban, ” kata salah seoarang pengungsi dewasa kepada KBK, ketika mengamati anak-anak itu bermain.
Tapi ada satu yang aneh, yang dilihatkan anak-anak pengungsi Rohingya ini. Ketika mereka sedang asyik tertawa senang, tertawanya mendadak bisa berhenti dan mereka bediri dengan mimik muka amarah. “Bangla, Go!” teriakan mereka mengusir sekelompok remaja pengungsi Bangladesh yang bergerak menghampiri tempat mereka bermain.
Ternyata mereka masih trauma dengan kehadiran warga Bangladesh di sekitar mereka. Ketika ditanya ke mereka, kenapa mereka nggak suka dengan kehadiran warga Bangladesh tersebut? Mereka menjawab, mereka tidak suka karena terlalu banyak perih yang mereka rasakan karena ulah warga Bangladesh yang datang satu perahu dengan mereka. Sehingga ketika mereka sudah berada di tempat yang aman, di Posko Pengungsi warga Rohingya melihatkan rasa tidak sukanya kepada warga Bangladesh tersebut.
Ketika dikonfirmasi kepada orang yang lebih dewasa, Nurul Hassan, 20 tahun, pengungsi Rohingya menyatakan, ketika di kapal warga Rohingya menjadi korban intimidasi dari warga Bangladesh. Memang antara warga Bangladesh dan Rohingya motivasi berpergian sangat berbeda. Warga Rohingya pergi dari kampung halamannya karena menyelamatkan nyawa dari amukan rasisme di wilayah mereka di Myanmar. Akhirnya warga Rohingya mengungsi dengan membawa keluarga; anak-anak, isteri dan orangtua. Sementara warga Bangladesh pergi dari kampungnya karena ingin mencari kerja yang layak. Jadi mereka yang berpergian kebanyakan laki-laki, sekelompok remaja sampai orang tua.
Menghadapi penderitaan di tengah lautan, karena perahu yang mereka tumpangi penuh sesak, dan waktu berlayar yang berbulan-bulan lamanya, kebanyakan warga dari Bangladesh yang di perahu tersebut tidak sabar. Mereka merampas makanan dan minuman yang tersisa dari orang-orang rohingya. Bahkan kalau anak-anak menangis, mereka langsung pusing kepalanya dan naik pitam. Dikabarkan, dari konflik di kapal tersebut, terjadi beberapa kali pembunuhan yang disaksikan oleh anak-anak yang dilakukan oleh warga Bangladesh terhadap warga Rohingya. Bahkan anak-anak sendiri juga menjadi korban. Jenazah mereka dibuang ke laut. Hal ini yang membuat anak-anak dari Rohingya trauma, sehingga kalau ada warga Bangladesh mendekat ke tempat mereka bermain mereka berteriak, Bangla, Go!
Namun ketika dikonfirmasi pula kepada warga Bangladesh di pengungsian itu, Muhammad Iqbal menyatakan sebaliknya. Warga Rohingyalah yang sering menyerang mereka selama di perjalanan. Wallahu alam.
Sementara Syahbandar Pelabuhan Kuala Langsa Kamaluddin kepada KBK mengatakan, memang tabiat warga Bangladesh yang ikut mengungsi berbeda dengan warga Rohingya. Warga Rohingya terlihat kompak dan saling berkerjasama serta saling membela. “Berbeda dengan warga Bangladesh, jangankan dengan warga Rohingya, sesama mereka saja sering berantam karena hal-hal yang sepele,” ujar Kamaluddin.
Hal itu disampaikan Kamaluddin melihat sehari-hari prilaku warga Bangladesh di Posko Pengungsian yang menjadi tanggungjawab Syahbandar Kuala Langsa itu. Tidak jarang Kamaluddin berserta jajarannya menghukum warga Bangladesh yang bertengkar dengan cara menjemur mereka di lapangan posko pengungsian tersebut. Hukum harus ditegakkan, kalau tidak mereka akan terus berbuat seenaknya.
Karena melihat tabiat yang berbeda bagi warga Bangladesh ini, Kamaluddin berharap warga Bangladesh ini segera dideportasi ke negaranya. Karena semakin lama di pengungsian, semakin banyak tingkah yang aneh-aneh yang dilakukan oleh kelompok Bangladesh tersebut, yang tentunya membuat Kamaluddin dan relawan lainnya sakit kepala.