BANJARAN DURNA (22)

Patih Sengkuni menawari Begawan Durnai naik kuda, tapi tidak mau. Takut nyaingi Puan Maharani di Hambalang.

PADAHAL bagi Begawan Durna, Dewi Rukmini itu hanya numpang lewat singgah di hatinya. Sudah disamber cowok lain, ya sudah…..cari pengganti lagi. Bukankah jagad tak selebar godong kelor? Masih banyak perempuan lain, baik gadis maupun janda yang bisa dan mau dinikahi Begawan Durna. Padahal menurut almarhum ustadz KH Zainudin MZ, orang setua Begawan Durna, terhadap janda cukup menyantuni saja.

“Bagaimana Wakne Gondel, bisa ke sini dengan segera. Apa perlu dijemput pakai kuda, seperti Puan Maharani di Hambalang?” ujar Patih Sengkuni masih lewat HP.

“Di Cuni, omonganmu kok nyindir melulu. Sampeyan jangan bicara kuda padaku, itu hal sangat sensitip.” Tegur Begawan Durna.

Oh, iya dhing! Patih Sengkuni sungguh lupa bahwa Begawan Durna memiliki memori kelabu bersama kuda penjelmaan Dewi Wilutama. Meski dianya sebetulnya seorang bidadari, tapi ketika ketemu Begawan Durna dalam penerbangan Ngatasangin-Pancala puluhan tahun lalu, secara wujud kan kuda belaka. Seperti tak ada yang lain saja, seekor kuda kok sampai digaulinya. Bahkan Durna sering diledek orang, Durna itu kepanjangan: mundur-mundur kena!

“Maafkan Wakne Gondel, jika hal itu sangat mengganggu perasaanmu. Lalu bagaimana ini soal Lenga Tala yang kecemplung sumur Jalakarta?” kata Patih Sengkuni kembali ke pokok persoalan.

“Tunggu sebentar, saya segera ke situ naik Grab.” Jawab Begawan Durna di seberang sana.

Dua jam kemudian Durna tiba ke lokasi sumur Jalakarta. Ini kelambatan luar biasa. Dalam kondisi normal sebetulnya waktu tempuh Sokalima-Sumur Jalakarta 30 menit sampai. Tapi gara-gara terjebak kemacetan demo anak buah Said Ikbal untuk menolak kenaikan BBM, semua jalur jalan dikuasai pendemo buruh dan mahasiswa. Mereka menuntut harga BBM diturunkan. Yang bener saja, Pertalite kok jadi Rp 10.000,- dan Pertamax Rp 14.500,- perliter.

Begawan Durna segera memeriksa sumur Jalakarta tempat jatuhnya pusaka Lenga Tala tersebut. Suasananya terkesan singup (angker) sekali, karena di sekelingnya tumbuh sejumlah pohon besar. Banyak resi dan dukun suka bertapa di tempat ini, terutama malem Jumat dan Selasa Kliwon. Kabarnya paranormal Gus Samsudin juga pernah ngebleng (bertapa) di sini.

“Tolong carikan rumput kalanjana.” Perintah Begawan Durna.

“Berapa kranjang Mbah? Ini mau ambil botol Lenga Tala, atau kasih makan ternak sapi?” kata Durmagati spontan, kesannya meledek Begawan Durna.

Begawan Durna tak mau menanggapi omongan Fadli Zon-nya Kurawa-100. Sebab jika diladeni malah menurunkan derajat kebegawanannya. Dan Alhamdulillah, tak semua wayang Ngastina pro dengan Durmagati, sehingga Kartomarmo misalnya, langsung tahu apa yang dibutuhkan Begawan Durna. Dia segera menyiapkan beberapa helai rumput kalanjana, bukan sekeranjang dua keranjang.

Oleh Begawan Durna batang rumput kalanjana itu lalu dirangkai sedemikian rupa, sehingga membentuk sebuah rantai panjang. Ditambah jampi-jampi ala  Sokalima, untaian rumput kalanjana segera meluncur ke bawah dengan deras, ke dalam sumur Jalakarta. Bak narik timba yang kecemplung sumur, Begawan Durna tahu persis bahwa pusaka Lenga Tala telah berada di ujung rumput kalanjana tersebut.

“Di Cuni, ini pusaka Lenga Tala sudah berhasil kudapatkan. Sampeyan berani menjamin nggak, bahwa Kurawa-100 takkan menjarah ini barang ketika saya tarik ke atas?” ujar Begawan Durna, nadanya sangsi pada komitmen bala Kurawa-100.

“Saya jamin bisa, Wakne Gondel. Bocah-bocah Kurawa kan terkenal tertib dan disiplin.” Jawab Patih Sengkuni menggaransi bala Kurawa-100.

Padahal faktanya, berdasarkan jejak digital di Mbah Google, bala Kurawa itu bukan disiplin, tapi diselipin! Soal sogok dan nilep uang yang bukan haknya sudah menjadi makanan sehari-hari. Apa lagi hukum di sini juga tajam ke bawah tumpul ke atas. Hakimnya di Pengadilan juga tak pernah memberikan hukuman berat. Yang di MA juga sama saja, diskon hukuman untuk koruptor sangat besar. Ada lho jaksa cewek korup divonis 10 tahun didiskon tinggal 4 tahun, tapi di penjara hanya jalani 2 tahun!

Soal cidera janji atau wanpretasi bahasanya Hotman Paris maupun Razman Nasution, juga sudah menjadi menu keseharian keluarga Kurawa-100. Makanya leasing mobil maupun motor paling males melayani permintaan kredit kendaraan keluarga Kurawa. Nyicilnya telat melulu, didatangi debt kolektor malah lebih galakan yang punya utang. Dan soal ini sudah masuk catatan hitam di benak Begawan Durna.

“Bener ya dhi Cuni. Kalau meleset sampeyan tanggungjawab lho ya!” ujar Begawan Durna karena masih sangsi pada ucapan Patih Sengkuni.

“Pokoknya Wakne Gondel, jagung bakarane, wani tanggung krokotane!” jawab Patih Sengkuni sambil nyengenges.

Sebetulnya Begawan Durna tak yakin betul akan garansi Patih Sengkuni, karena omongannya selama ini suka mencla-mencle macam politisi. Tapi di sisi lain Begawan Durna juga merasa capek jika harus pegang turun naik untaian kalanjana macam sedang main yoyo, sehingga akhirnya tali pengait botol Lenga Tala itu  ditarik ke atas, wush! Dan botol Lenga Tala terbawa bersamanya. Dengan cepat Begawan Durna mengamankannya ke kantong jubah.

Tapi garansi Patih Sengkuni meleset total. Sesuai dengan karakter Kurawa-100 pada umumnya, begitu terlihat Lenga Tala di tangan Begawan Durna, mereka langsung berusaha merebutnya. Peringatan Patih Sengkuni agar setiap pada komitmen awal, tak digubris lagi. Jubah Begawan Durna ditarik ke sana kemari, demi mendapatkan Lenga Tala dalam kantongnya.

“Hai, hai, ngawur aja kalian. Itu slepen tempat tembakau, bukan Lenga Tala….!” Teriak Begawan Durna yang nyaris jatuh karena terdorong ke kanan dan kekiri seperti tari Potong Bebek.

“Sikat aja Bleh…!” teriak Durmagati menyemangati bala Kurawa-100.

“Dhi Cuni, Dhi Cuni, bagaimana ini anak buahmu? Mana tanggungjawabmu?” teriak Begawan Durna.

Patih Sengkuni sudah tak menggubris teriakan Begawan Durna. Sebab dia sendiri sudah ikut larut dalam perebutan Lenga Tala gelombang ke-2. Bila pada gelombang ke-1 sudah dapat banyak, tapi karena dasar manusia serakah, sekarang ikut berebut pula sisa Lenga Tala yang tinggal separo botol tersebut. Walhasil, tadinya Patih Sengkuni mengingatkan untuk jaga komitmen, tapi sekarang nimbrung dalam arena perebutan. (Ki Guna Watoncarita)