Sulitnya Menelusuri Pelanggaran Pemilu

0
257
Bawaslu menengarai sejumlah kecurangan dalam proses pemilu, termasuk penyalahgunaan wewenang, netralitas pejabat negara dan ASN serta praktek money politics namun sulit menelusurinya

HELAT demokrasi yang puncaknya hari “H”pemungutan suara tinggal sepekan lagi, membuat cas banyak pihak termasuk publik menyaksikan hingar-bingar, pro-kontra dan carut-marut  panggung politik di negeri ini.

Bawaslu yang menjadi garda terdepan pengawal proses pemilu kerap mengaku kesulitan menelusuri setiap dugaan pelanggaran yang terjadi, walau mereka juga mengaku sudah optimal mengawal proses pemilu 2024 agar jujur, adil dan berintegritas seperti disuarakan oleh civitas academica dari puluhan kampus di seluruh Indonesia dan para tokoh masyarakat.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengapresiasi bermunculannya seruan dalam perspektif yang lebih luas dari pemilu yakni terjadinya dekadensi moral, krisis etika dan kebangsaan serta kepemimpinan, integritas serta kejujuran menjelang pemilu.

Namun ia mengaku, tidak mudah bagi pihaknya untuk menelusuri setiap dugaan penyelewengan yang muncul karena laporannya acap kali berupa konten video yang viral di medsos  dan sering terlambat.

Selain itu, Bawaslu memiliki keterbatasan SDM untuk mendalami setiap laporan masuk, selain kekosongan hukum pemilu karena yang menjadi subyek hukum hanya tim kampanye yang terdata, padahal yang dilaporkan bukan tim kampanye tersebut.

Bawaslu juga mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait penyaluran bansos oleh pemerintahan Presiden Jokowi yang dituding sebagai upaya pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu . “Itu kan (memang) bansos pemerintah, bukan bansos pasangan calon, “ ujarnya.

Dugaan terjadinya pelanggara etik pasca Ketetapan MK terkait dikabulkannya persyaratan usia minimum capres dan cawapres di bawah 40 tahun yang berujung pemecatan ketuanya, Anwar Usman juga masih terus bergulir.

Hal itu a.l tercermin dari pernyataan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menilai, ketua dan enam anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pelanggaran etik karena tidak menyoal ketetapan MK tersebut.

Praktek politik uang juga  berpotensi makin marak dalam Pemilu kali ini, tercermin dari temuan PPATK terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp51 triliun melibatkan 100 caleg brsumber dari bandar judi, pengusaha illegal logging, pertambangan liar dan narkoba.

Tak ketinggalan pula, keprihatinan yang disampaikan para pimpinan KPK dari 2003 sampai 2019  terkait hilangnya kompas moral, etika dan penegakan hukum tercermin dari penilaian sejumlah Lembaga internasional.

Netralitas pejabat negara termasuk presiden, ASN, polisi dan militer terus diawasi, sementara rakyat di akar rumput mulai terimbas provokasi, ujaran kebencian dan klaim kebenaran oleh masing-masing kontestan.

Sementara tarik menarik terhadap tokoh-tokoh yang memiliki nilai “jual” untuk mengerek elektabilitas paslon atau partai kontestan juga tak kalah sengitnya.

Semoga, di minggu tenang mulai 10 Februari sampai sehar menjelang hari “H” pemungutan suara menjadi masa cooling-down atau pendinginan, sehingga calon pemilih, dengan hati yang jernih menentukan pilihannya.

Pilih, calo yang diyakini bakal amanah dan mampu mengantarkan rakyat ke kehidupan yang lebih baik da berkualitas lagi ke depannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here