JAKARTA—Sebagai negara yang rawan bencana, Indonesia perlu mengambil tindakan pencegahan dan pengurangan risiko bencana untuk melindungi penduduk rentan. Mereka terutama perempuan, anak perempuan dan remaja.
Kondisi penduduk rentan dalam bencana ini menjadi fokus utama dalam seminar yang diselenggarakan United Nation Population Fund (UNFPA) di Hotel Borobudur, Jakarta pada Senin, (6/7/2015). Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kependudukan Dunia 2015.
Berdasarkan data resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 1.559 bencana di Indonesia pada 2014. Dari semua bencana itu, ada 490 korban jiwa, dan mempengaruhi kehidupan 2 juta orang lainnya. Ribuan orang mengungsi dan banyak dari mereka kehilangan keluarga, rumah, dan harta benda.
Tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan dan remaja meningkat dalam situasi bencana. Pada situasi tersebut, perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko yang lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, dan kawin paksa. Selain itu juga penyakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, dan kematian akibat kurangnya perlindungan dan tidak adanya pengiriman bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Lebih dari 50 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat adanya konflik dan bencana alam di dunia. Tiga per empat dari total angka tersebut adalah kelompok perempuan, anak perempuan dan remaja. Hal ini menjadikan mereka sebagai kelompok penduduk yang paling rentan dalam situasi bencana.
“Ketika krisis terjadi, bantuan kemanusiaan harus cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Di samping itu, perempuan dan remaja memerlukan bantuan khusus, dan bantuan tersebut harus dilakukan sejak awal terjadinya bencana sampai masa pemulihan,” jelas Dr. Babatunde Osotimehin, Direktur Eksekutif UNFPA.
Data di Indonesia menunjukkan dalam situasi bencana, diperkirakan 25 persen dari penduduk yang terkena bencana adalah perempuan pada usia subur. Sementara diperkirakan sekitar empat persen dari penduduk perempuan berusia subur tersebut sedang hamil, dan 15-20 persen di antaranya mengalami komplikasi kehamilan.
“Dengan statistik tersebut diperkirakan, selalu ada perempuan yang hamil dan melahirkan pada saat terjadinya bencana,” ucap Jose. UNFPA telah berkomitmen mempromosikan hak-hak reproduksi, termasuk memastikan layanan kesehatan reproduksi tersedia di saat terjadinya bencana.
Sejak tahun 2007, UNFPA Indonesia telah menerapkan kesehatan reproduksi dalam program kemanusiaan yang disebut Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM). Program tersebut juga telah diterapkan Pemerintah Indonesia untuk membantu mengurangi risiko terkait layanan kesehatan reproduksi pada saat krisis kemanusiaan dan masa tanggap darurat. BNPB / UNFPA