Cegah Obesitas Terutama pada Anak

ANGKA prevalensi penyandang kelebihan berat badan atau obesitas di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, dari 10,3 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018, sehingga selain diobati, pencegahannya juga harus digencarkan.

Gejalanya, kata ahli penyakit dalam RSCM Kencana, Jakarta Pusat Em Yunir (10/7) a.l sesak nafas saat beraktivitas ringan, sering mengantuk, kelainan kulit dan nyeri punggung bawah serta pengapuran pada sendi lutut akibat masukan kalori tak seimbang.

“Jika makannya banyak, aktivitas fisik juga harus tinggi, jika tidak, bakal mengalami kegemukan atau obesitas, “ kata Yunir.

Untuk mencegah obesitas atau kegemukan, menurut Yunir, masyarakat perlu menghitung kebutuhan energi sesuai dengan aktivitas yang dilakukan dan penghitungan berat dan tinggi badan saat itu.

Perhitungan kebutuhan energi berdasarkan aktivitas seseorang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara asupan energi yang masuk ke tubuh dan pengeluaran atau pembakarannya.

Sebelumnya, Fajri (26) asal kota Tangerang yang mengalami obesitas dengana berat 300 Kg akhirnya meninggal setelah lebih sebulan dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, 26 Juni lalu akibat komplikasi.

Riwati, ibu Fajri sebelumnya mengungkapkan, anaknya mengalami obesitas sejak sejak sakit di bagian kaki setahun lalu terkena lembaran kardus yang terbang dari sebuah truk.

“Dia jtuh dan mengalami luka-luka. Setelah diurut sembuh, tetapi telapak kaki dan tubuhnya membengkak, “ tuturnya.

Sementara tim dokter yang menanganinya menyebutkan, Fajri sejak lebih sebuan tidak bisa tidur terlentang  karena paru-paru dan jantungnya bermasalah.

Petugas Damkar sebelumnya juga kesulitan saat megevakuasi Fajri dari rumahnya ke RS, bahkan mendatangkan Forklift untuk mengangkutnya dan menjebol tembok karena pintunya tidak cukup lebar untuk melewatkan  tubuh Fajri

Satu kasus obesitas lagi menimpa penduduk Ceger, Cipayung, Jakarta Timur Ahmad Juwanto (19) berbobot 200 kg yang Cuma hanya bisa berbaring dan duduk di rumahnya tidak bisa beraktivitas normal seperti anak sebayanya.

Petugas Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jaktim semula hendak mengevakuasi Juwanto ke RS, namun pihak keluarga menolaknya karena belum ada jaminan biaya perawatannya di RS oleh pemda setempat.

“Dua tahun lalu sudah berobat selama enam bulan dan dapat bantuan, tapi tidak sembuh, “tutur neneknya, Lina (54) yang mengasuhnya.

Juwanto mengalami obesitas sejak berusia 10 tahun, namun masih bisa beraktivitas sampai usia 17 tahun. Setelah itu bobot badannya melojak sehingga pada usia 18 tahun berhenti dari aktivitasnya.

Juwanto pernah dirawat di tiga RS di kawasan Jaktim, namun karena kekurangan biaya dan tidak kunjung sembuh ia dibawa pulang oleh keluarganya.

Sementara Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kemenkes Rodald Rondonuwu mengemukakan, obesitas bisa menjadi faktor pemicu penyakit jantung, kanker dan hipertensi, penyakit metabolik dan non metabolik lainya.

Selayaknya, pemerintah daerah, mulai dari aparat kelurahan atau desa, tanpa diviralkan dulu oleh media, perlu memberikan perhatian khusus terhadap anak atau warga yang mengalami kelainan atau penyakit tertentu agar segera disembuhkan atau dobati.

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">