Dari Balik Bilik Mengukir Harapan untuk Empat Anak Istimewa

Nandang Suparman, 40 tahun, dengan keluarga. Foto:GoesMoeh/LKC

KARAWANG – Ini mungkin sudah cobaan bagi Nandang Suparman, 40 tahun.  Empat dari enam anak yang dikaruniakan Allah SWT padanya, mengalami cacat bibir atau sumbing.

Namun bagi Sopir Angkot di Karawang ini, tak ada rasa kecewa atas karunia itu. Hanya saja dia bingung atas masa depan anaknya. Ia khawatir anaknya jadi minder bergaul dengan teman sebayanya.

Tira Cipta, 16 tahun, adalah anak pertamanya, hingga sekarang Nandang belum mampu untuk mengubah penampilan anaknya lewat operasi. Bahkan gadis remaja itu suka menjauh diri dari pergaulan teman lainnya.

Namun dari ujian yang menimpanya, Nandang tetap tabah. Ia meyakini bahwa akan lahir anugerah yang tak terhingga di balik semua itu. Oleh karenanya, Nandang dan Istrinya Uti Maryati,36 tahun, sangat terbiasa merasakan pahit dan getir kehidupan.

Seiring berjalannya waktu, ternyata ujian yang dihadapinya belum beranjak.  Istri Nandang terus melahirkan anak kedua, ketiga, keempat, kelima hingga ke enam, namun dari enam anak yang lahir, ternyata empat di antaranya mengalami bibir sumbing.

“Kirain saya cuman anak pertama doang, ternyata anak kedua, ketiga dan anak kelima pun mengalami nasib yang sama. Semua bibirnya sumbing, dah gitu langit-langitnya juga kena, nanti kalau sudah pada besar gimana ya, ” ungkap Nandang lirih.

Sebagai orang tua, Nandang dapat bersikap tabah dalam menghadapi ujian tersebut. Sikap itu pula yang ditanamkan Nandang kepada empat anaknya. Ia terus berharap anaknya tumbuh dengan rasa syukur meski kondisinya tak sesuai harapan.

“Rumah kita ini emang bilik, tapi masih bersyukur karena tidak mengontrak, ” terang Nandang

Nandang berdomisili di Kampung Sumur Bandung Kidul, RT 01 RW 06, Desa Dawuan Timur, Kecamatan Cikampek, Kerawang-Jawa Barat. Awalnya menempati rumah bedeng yang Ia bangun di tanah milik juragan pabrik. Ketika itu, tanah ini kosong  karena sudah lama tidak terpakai.

Namun kini, sang pemilik meminta kembali tanahnya, karena pabrik akan kembali beroperasi. Jadilah bangunan liar milik Nandang harus dibongkar.

“Saya awalnya tinggal di bedeng, sekarang sisa bangunannya saya bawa dan saya diriin rumah di samping rumah mertua, emang ukurannya kecil cuman 4×5 meter,” kata Nandang.

Rumah petak yang  kini Nandang miliki, hanya untuk satu kamar tidur berdindingkan bilik bambu. Sementara lantainya masih beralaskan tanah.  Tidak layak memang, rumah sesempit itu diisi dengan 8 jiwa. Tapi apa boleh dikata, hanya itulah yang baru dapat diusahakan Nandang untuk kebahagiaan keluarganya.

Dan di balik dinding rumah teramat sederhana itu, Nandang melepaskan seluruh harapan, agar keempat anaknya yang istimewa dapat dioperasi. Entah dari bantuan akan datang, semua itu diserahkan Nandang kepada Sang Pemilik Bumi. *