JAKARTA—Peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi belum mengeluarkan komentar sedikit pun tentang penindasan dan penderitaan yang dialami etnis minoritas Rohingya. Padahal, dahulu Suu Kyi identik sebagai icon pembela HAM dan penentang penindasan.
Banyak kalangan yang mepertanyakan diamnya Suu Kyi. Salah satunya, Sara Perriaanalis, analis dan assistant editor di VRL Financial News. Ia mengulasnya dengan panjang di media terkemuka Inggris, The Guardian, Selasa (19 Mei 2015).
Sara menilai, Suu Kyi sepertinya khawatir, kepentingannya untuk meraih suara dari kelompok mayoritas di Burma akan terganggu jika ia ikut bersuara terkait Rohingya.
Ketika ribuan orang Rohingya dari Burma ditemukan mengapung di laut Asia-Tenggara, sebagian besar dunia mengecam dan menganggap itu sebagai tragedi kemanusiaan. Banyak orang merasa “marah” dan berupaya agar penderitaan ini harus diakhiri dengan membantu mereka. “Tapi yang mengejutkan adalah diamnya peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi,” demikian tulis Sara.
Menurut Sara, bagaimana bisa tokoh dan ikon dari Hak Asasi Manusia menjadi begitu pendiam, untuk membela etnis minoritas dari negara sendiri? Sara menyayangkan, Suu Kyi hanya mengutus juru bicara partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) untuk angkat bicara. “Itu pun hanya atas desakan wartawan,” tukasnya.
Sebelum ini, Aung San Suu Kyi juga selalu diam dan tiak mau berkomentar soal Rohingya, bahkan ketika terjadi bentrokan antara Budha dan Muslim pada 2013 lalu dan memakan banyak korban di pihak etnis Rohingya.
Saat ini, politik etnis di Myanmar sangat komplek dan rumit. Padahal, Myanmar yang sedang mengalami transisi demokrasi tengah membangun citranya di dunia internasional. Di banyak tempat, terpampang kalimat-kalimat provokativ seperti “Mereka akan datang dengan pedang, mereka akan membunuh kami,” kata biksu senior yang menyebut Muslim sebagai “gerombolan” yang melanggar batas di Burma.
Selain itu, Muslim Rohingya juga diibaratkan seperti kelinci yang terus beranak pinak dan mengancam keberlangsungan suku asli mayoritas. “Mereka ingin menaklukkan kita – kita harus mempertahankan diri dan agama kita,” ujar Sara menirukan ungkapan biksu di Myanmar.
Beberapa pengamat, mengamini pendapat Sara, bahwa Suu Kyi khawatir dirinya dan partainya tidak populer ketika mengomentari isu Rohingya. “Keberpihakan NLD terhadap Muslim Rohingya bisa mengurangi jutaan suara dalam Pemilu,” ujar Nicholas Farrelly, direktur Myanmar Research Centre dari Australian National University.