PENGAKUAN saksi di persidangan perkara mega proyek pengadaan e-KTP menyingkap lebih banyak lagi orang yang ikut menikmati “banca’an” uang yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan identitas tunggal bagi 187 juta penduduk Indonesia.
Buktinya, sejumlah nama sudah mengaku menerima uang rasuah itu, bahkan ada yang sudah mengembalikannya, serta ada pula yang ditawarkan akan diberi, tetapi menolak menerima.
Gubernur Jawa tengah, Ganjar Pranowo ketika menjabat ketua Komisi II DPR mengaku kerap kali ditawari sejumlah uang oleh sesama anggota Komisi II DPR saat pembahasan proyek pengadaan e-KTP senilai Rp5,9 triliun itu.
Pengakuan Ganjar disampaikan saat bersaksi di sidang perkara korupsi e-KTP di Tipikor, Jakarta (30/3) dengan terdakwanya, mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan, Ditjen Dukcapil, Kemendagri Sugiharto.
Menurut Ginanjar, ia sampai tiga kali ditawari oleh rekan sesama Komisi II DPR yakni alm. Mustoko Weni dan seseorang yang menyampaikan segepok bungkusan berisi uang yang kemudian dikembalikan melalui stafnya.
Ginanjar juga mengaku pernah diminta oleh Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto saat itu agar bersikap lebih “kooperatif” dan tidak terlalu “galak” dalam pembahasan proyek e-KTP
Sementara itu, saksi yang diajukan, anggota Komisi V DPR Miryam Haryani dari Partai Hanura mencabut kembali Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan alasan ia mengalami tekanan saat diperiksa oleh para penyelidik KPK.
Di sidang berikutnya, Miryam mengaku diancam rekan-rekanya sesama anggota DPR untuk tidak membeberkan adanya bagi-bagi uang.
Nama-nama anggota Dewan yang disebut-sebut yakni Azis Syamsudin (F-Golkar) , Bambang Soesatyo (F-Golkar) , Desmond Mahesa (F-Gerindra) , Masinton Pasaribu (F-PDIP) dan Sarifuddin Sudding (F-Hanura) juga menampik pernyataan Miryam bahwa mereka pernah menerima uang rasuah proyek e-KTP.
Hampir separuh nilai proyek
Sekitar Rp2,3 triliun atau hampir separuh nilai proyek diduga telah diselewengkan atau dibagi-bagikan pada para pejabat terkait, sejumlah anggota DPR dan rekanan untuk keperluan pribadi, mungki juga ke sejumlah parpol atau pihak-pihak lainnya.
Bisa dibayangkan, proyek yang sudah berjalan enam tahun itu mangkrak, dan sampai hari ini masih jutaan penduduk belum mendapatkan e-KTP, belum lagi kerugian risiko keamanan data, mengingat data kependudukan yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan itu dipegang oleh rekanan.
Sejak semula, publik meyakini, mustahil manipulasi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik tahun anggaran 2011 – 2012 bernilai triliunan rupiah itu hanya melibatkan segelintir orang.
Empat belas penikmat hasil penggelembungan nilai proyek – sebagian anggota DPR – telah mengembalikan uang yang mereka terima ke KPK . Rp30 milyar dari total Rp250 milyar berasal dari anggota DPR, selebihnya dari para pemasok atau rekanan.
Anggota DPR yang pernah diperiksa KPK yakni Ketua Fraksi Golkar (2009 – 2014) Setya Novanto (saat ini ketua DPR), Ade Komarudin, Agun Gunanjar, Nirwan Amin, Ganjar Pranowo, Chairuman Harahap, Jafar Hafsah, Markus Mekkeng, Olly Dondokambey (kini gubernur Sulut) serta kader Partai Demokrat yang dipidanakan karena kasus korupsi Proyek Hambalang yakni Anas Urbaningrum dan Nazaruddin.
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi dan Gubernur BI Agus Martowardoyo juga pernah dipanggil KPK sebagai saksi, sedangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang sebelumnya anggota Komisi II DPR, dua kali mangkir dari jadwal panggilan KPK.
Uji nyali bagi KPK untuk mengusut tuntas perkara “mega ban’caan” proyek e-KTP ini.