Depok, Jawa Barat – Yayasan Budaya Suluk Nusantara menggelar Pentas Budaya 2024 dengan tajuk “Ekspresi Seni Memahami Ilahi” yang berlangsung di bilangan Depok, Jawa Barat, minggu (05/05/2024).
Pagelaran Pentas Budaya yang di dominasi oleh seniman-seniman senior ini, menghadirkan sosok inspiratif dan penggerak kemanusian, Parni Hadi. Inisator sekaligus pendiri Dompet Dhuafa ini menyampaikan pesan-pesan moral dalam mewariskan budaya nusantara.

“Terimakasih kepada para penggiat kesenian dan kebudayaan, karena berkat konsistensinya kegiatan ini dapat terlaksana sejak tahun 2017. Sejatinya Budaya tidak dapat lepas dari dakwah, budaya yang dimaksud ialah perilaku dan istiadat. Dompet Dhuafa harus bisa mengkampanyekan bahwa budaya satu tarikan nafas dengan dakwah. “ucap Parni Hadi

Dikesempatan yang sama, Bambang Wiwoho selaku tuan rumah sekaligus Pembinan Yayasan Budaya Suluk Nusantara menyampaikan bahwa berdirinya kegiatan ini sejak tahun 2017 dan terus eksis hingga saat ini. “Suluk Nusantara berdiri tahun 2017, lalu kami mendapatkan hibah berupa gamelan ditahun 2018 dari Dompet Dhuafa.
Suluk sendiri memiliki arti ibadah dan Nusantara maksudnya ialah tanah air (nusantara), artinya beribadah di bumi tanah air atau nusantara.” Tutur Bambang Wiwoho saat memperkenalkan satu persatu anggota Yayasan Suluk Nusantara.
Pelbagai kegiatan meramaikan pentas budaya diantaranya pagelaran musik tradisional Gamelan, Keroncong dan Angklung hingga seni tari. Setidaknya para seniman menampilkan 3 kesenian tari tradisional.

Tari Gambyong Parianom mejadi tarian pertama yang dipentaskan dalan kegiatan ini. Seni tari klasik yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah, umumnya dipentaskan untuk menyambut tamu-tamu penting bagi tuan rumah. Tarian ini menandakan bahwa tuan rumah menyambut dengan suka cita kedatangan para tamu undangan.

Selanjutnya Tari Yapong, tarian kontemporer yang berasal dari tanah Betawi, merupakan seni tari akulturasi budaya Betawi dengan budaya Tionghoa.

Terakhir, Tari Gambiranom, tarian klasik yang juga berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Konon tarian ini sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram islam.
Tak Lupa aksi teatrikal juga dihadirkan dalam rangkaian acara, bertajuk Punokawan Goro-Goro 1. Aksi teatrikal ini menceritakan mengenai kegelisahan akan naiknya harga-harga kebutuhan pokok di masyarakat.

Kegiatan ini merupakan upaya luhur bagi para seniman senior untuk mewariskan kearifan budaya nusantara kepada generasi muda saat ini.
Diharapkan budaya nusantara tidak luntur ditelan zaman. Meskipun Infiltrasi budaya asing yang kian mendominasi tontonan generasi muda, tidak membuat hilangnya jati diri budaya bangsa.