Gaza dalam Bahaya, PBB Desak Akses Bantuan Segera Dibuka

Ilustrasi: Dampak serangan Israel di Jalur Gaza. (Foto: ANTARA/Anadolu)

JAKARTA, KBKNews.id – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan peringatan bahwa kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza saat ini kemungkinan menjadi yang paling parah sejak serangan militer Israel dimulai 18 bulan lalu.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, dalam konferensi pers di Markas Besar PBB menyampaikan bahwa situasi ini merupakan yang paling mengkhawatirkan sejak konflik pecah.

“Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) memperingatkan bahwa situasi kemanusiaan saat ini kemungkinan adalah yang terburuk sejak pecahnya pertikaian,” ujar Dujarric, dalam konferensi pers di Markas Besar PBB, Senin (14/4/2025).

Dujarric menjelaskan bahwa sudah lebih dari enam minggu bantuan kemanusiaan tidak dapat masuk ke Gaza karena perbatasan ditutup, menjadikan ini sebagai periode penghentian bantuan terpanjang sejak awal serangan.

Ia menggambarkan situasi di Gaza sebagai semakin memburuk, dengan peningkatan serangan yang memicu jatuhnya korban sipil dan rusaknya infrastruktur penting yang dibutuhkan warga untuk bertahan hidup.

Ia juga mengkritik pemerintah Israel karena mengeluarkan empat perintah pengungsian baru akhir pekan lalu, yang menurutnya semakin mempersempit wilayah aman bagi penduduk sipil.

“Warga sipil kini secara efektif terjebak di kantong-kantong wilayah Gaza yang makin terfragmentasi dan tidak aman, sementara akses terhadap layanan dasar untuk bertahan hidup terus menyusut setiap harinya,” katanya.

Sekitar 70 persen wilayah Gaza, menurut Dujarric, kini berada di bawah perintah evakuasi atau diklasifikasikan sebagai “zona terlarang”. Untuk mengakses wilayah-wilayah ini, bantuan kemanusiaan harus mendapatkan koordinasi khusus dari Israel.

“Perintah pengungsian ini secara langsung menghambat akses terhadap separuh sumur air bersih yang tersisa di Jalur Gaza,” ujarnya, menambahkan bahwa “
pasokan yang semakin menipis memaksa para pekerja bantuan untuk mengurangi distribusi dan melakukan penjatahan.

Ketika ditanya apakah pemblokiran bantuan oleh Israel bisa dianggap sebagai kejahatan perang, Dujarric menjawab bahwa sebagai kekuatan pendudukan, Israel memiliki kewajiban menurut hukum internasional untuk menyediakan kebutuhan dasar dan bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza.

“Namun kenyataannya, kewajiban itu tidak dijalankan,” tegasnya.

“Kami serahkan kepada lembaga peradilan untuk memutuskan apakah hal ini masuk kategori kejahatan perang. Tapi yang jelas, ini sudah melanggar hukum internasional,” lanjutnya.

Sejak 2 Maret, Israel menutup semua akses perbatasan ke Gaza, menghentikan masuknya bantuan penting. Serangan besar kembali diluncurkan pada 18 Maret, menghentikan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang telah berlangsung sejak Januari.

Sejak Oktober 2023, hampir 51.000 warga Palestina — mayoritas perempuan dan anak-anak — dilaporkan tewas akibat serangan Israel.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait aksi militer mereka di wilayah tersebut.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here