
Heboh di ruang publik soal benar tidaknya Pertamina mengoplos produk BBM dengan nilai oktan lebih rendah masih perlu didalami, walau mau tidak mau “trust” atau kepercayaan publik terhadap PT Pertamina menipis.
PT Pertamina (Persero) sendiri membantah pihaknya melakukan uprade blending atau mengoplos Pertalite menjadi Pertamax, seperti disebutkan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi jumbo di perusahaan negara plat merah itu.
Di luar benar tidaknya praktek pengoplosan yang saat ini sedang didalami, tujuh tersangka terdiri dari para pejabat PT Pertamina dan anak-anak perusahaanya sudah ditetapkan terkait dugaan praktek korupsi impor-ekspor minyak mentah/BBM dan pemberian subsidi yang sudah berlangsung sejak 2018.
Bayangkan! Perkiraan sementara KeJaksaan Agung, dugaan praktek korupsi yang dilakukan pejabat Pertamina dan anak perusahannya antara 2018 – 2023 merugikan negara sekitar Rp968,5 triliun.
Komponen kerugian negara per tahun terdiri dari ekspor minyak mentah DN Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun, impor BBM liwat broker Rp9 triliun, pemberian kompensasi Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi Rp21 triliun.
sedangkan berikut ini Artikel tentang “Perbedaan BBM RON 90, 92, 95, dan 98 yang ditulis kompas.com (1/3).
Bahan Bakar merupakan komponen penting dalam operasional kendaraan bermotor yang memiliki nilai oktan atau Research Octane Number (RON) tertentu yang menunjukkan angka ketahanan bahan bakar terhadap tekanan dan suhu tinggi sebelum terbakar secara spontan di dalam ruang bakar mesin.
Di Indonesia, Pertamina menyediakan beberapa jenis BBM dengan nilai oktan yang berbeda, seperti Pertalite yang memiliki RON 90, Pertamax yang memiliki RON 92, dan Pertamax Turbo yang memiliki RON 98.
Beda RON 90,92,95 dan 98
BBM RON 90, yang lebih dikenal sebagai Pertalite, merupakan jenis bahan bakar yang dirancang untuk kendaraan dengan rasio kompresi antara 9:1 hingga 10:1.
Dibandingkan dengan Premium yang memiliki RON 88, Pertalite menawarkan angka oktan yang lebih tinggi, sehingga lebih sesuai untuk mesin bensin yang umum digunakan di Indonesia.
Sedangkan BBM RON 92, yang dikenal sebagai Pertamax, direkomendasikan untuk kendaraan dengan rasio kompresi antara 10:1 hingga 11:1. Bahan bakar ini juga cocok untuk mesin menggunakan bensin yang telah dilengkapi dengan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI).
Sementara BBM RON 95 atau yang dikenal sebagai Pertamax Green merupakan BBM bioetanol pertama dari Pertamina yang memiliki kualitas lebih tinggi dari Pertamax, tetapi di bawah Pertamax Turbo, dan digunakan untuk kendaraan dengan rasio kompresi 11:1 hingga 12:1.
Dilansir dari unggahan akun Instagram Indonesia Baik, dijelaskan bahwa BBM RON 95 memiliki emisi gas buang yang rendah.
Selain itu, Pertamina juga menyediakan RON 98, yang dikenal sebagai Pertamax Turbo, dan dikembangkan dengan teknologi Ignition Boost Formula (IBF).
Sebagai BBM dengan angka oktan tinggi, bahan bakar ini umumnya digunakan untuk kendaraan sport dan premium dengan rasio kompresi antara 11:1 hingga 13:1.
Pengaruhnya pada performa kendaraan
Oplosan memang tak seharusnya digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, sebab berdampak buruk terhadap mesin.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menjelaskan, oplosan berpotensi merusak sistem injeksi modern dan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada kendaraan.
“Pencampuran bahan bakar tanpa standar teknis yang tepat dapat mengubah sifat kimia dan kualitas bahan bakar,” kata Yannes.
Tak cuma oplosan, penggunaan bahan bakar dengan oktan rendah pada kendaraan yang dirancang untuk bahan bakar beroktan tinggi juga dapat menimbulkan dampak serius terhadap performa dan umur mesin.
Bahan bakar beroktan rendah, seperti Pertalite (RON 90), memiliki ketahanan lebih rendah terhadap knocking dibandingkan bahan bakar seperti Pertamax (RON 92) atau Pertamax Turbo (RON 95).
Knocking menurut Yannes, terjadi ketika campuran udara dan bahan bakar di ruang bakar terbakar tidak sempurna, menyebabkan tekanan abnormal yang merusak piston, klep, dan dinding silinder.
Menurut dia, ciri-ciri knocking yang bisa dirasakan atau didengar oleh pengemudi adalah suara seperti ketukan logam atau dentuman halus yang berasal dari mesin, berbunyi “tek-tek-tek” atau “ketok-ketok” yang tidak wajar.
Selain isu knocking, Yannes menjelaskan, penggunaan bahan bakar beroktan rendah pada mesin modern dengan rasio kompresi tinggi dapat mengurangi efisiensi termal, meningkatkan konsumsi bahan bakar, dan menyebabkan emisi gas buang yang lebih tinggi.
Hal ini pada akhirnya bisa memicu penumpukan kerak karbon di ruang bakar, injector, dan katup intake, yang mengganggu aliran bahan bakar dan mengurangi performa mesin secara keseluruhan.
Jika terbukti, praktek pengoplosan BBM oleh PT Pertamina, apalagi dilakuka bertahun-tahun, tentu merugikan jutaan konsumen pemilik di tanah air sehingga berujung tuntutan massal (class action).
Semoga tidak, walau dugaan praktek penyimpangan yang terjadi selama 2018 – 2023 nilai kerugian negara yang diakibatkannya sangat wow atau fantastis, sekitar seperempat nilai APBN 2025!