JAKARTA – Tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial, terutama di platform X (sebelumnya Twitter) dan Instagram. Tagar ini menjadi simbol kekecewaan dan frustrasi anak muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan politik di tanah air.
Banyak dari mereka yang merasa tidak memiliki harapan untuk masa depan di Indonesia, sehingga memilih untuk merantau ke luar negeri demi mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.
Latar Belakang Munculnya Tagar #KaburAjaDulu

Tagar #KaburAjaDulu muncul sebagai respons terhadap berbagai persoalan yang dihadapi generasi muda Indonesia. Mulai dari sulitnya mencari pekerjaan, upah yang rendah, ketimpangan sosial, hingga sistem pendidikan yang dinilai tidak memadai.
Banyak anak muda yang merasa bahwa persyaratan kerja di Indonesia terlalu berbelit-belit, sementara gaji yang ditawarkan tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan.
Selain itu, kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada generasi muda juga menjadi pemicu utama. Misalnya, kebijakan larangan penjualan LPG 3 kg bersubsidi yang menyebabkan kelangkaan di beberapa daerah. Hal ini semakin memperparah rasa frustrasi masyarakat, terutama anak muda, yang merasa bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
“Mencari pekerjaan di luar negeri adalah hak setiap warga negara, apalagi di era globalisasi seperti sekarang, di mana banyak peluang terbuka lebar untuk membangun konektivitas antar negara,” ujar anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN Okta Kumala Dewi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/2/2025).
Fenomena Brain Drain dan Keinginan untuk Merantau
Fenomena brain drain atau migrasi tenaga terampil ke luar negeri bukanlah hal baru. Namun, tagar #KaburAjaDulu menunjukkan bahwa keinginan untuk merantau ke luar negeri semakin meningkat di kalangan anak muda Indonesia. Banyak dari mereka yang merasa bahwa peluang kerja dan kualitas hidup di luar negeri jauh lebih baik dibandingkan di Indonesia.
Namun, fenomena ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, jika tidak direspon dengan baik, Indonesia berisiko kehilangan individu-individu berpendidikan tinggi dan terampil yang memilih untuk mencari kehidupan yang lebih layak di luar negeri. Hal ini tentu akan berdampak serius pada target Indonesia Emas 2045.
Tantangan dan Peluang di Luar Negeri
Meskipun merantau ke luar negeri dianggap sebagai solusi untuk mengubah hidup menjadi lebih baik, Dr. Yorga mengingatkan bahwa hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Banyak anak muda yang pergi ke luar negeri tanpa persiapan yang matang, sehingga justru terjebak dalam pekerjaan ilegal atau pekerjaan kasar dengan upah yang tidak layak.
Namun, bagi mereka yang memiliki keterampilan tinggi dan kemampuan yang dibutuhkan di negara maju, merantau ke luar negeri bisa menjadi peluang untuk mengembangkan karir dan membangun jaringan internasional. Namun, perlu diperhatikan soal tawaran kerja yang tidak masuk akal dan penipuan.
“Sangat penting bagi kita untuk selalu berhati-hati dan tidak tergiur dengan tawaran yang tidak jelas atau tidak sesuai prosedur. Belakangan ini kita mendengar banyak kasus penipuan yang menjerat WNI yang berusaha bekerja di luar negeri melalui jalur non-prosedural, yang justru berisiko tinggi terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” tegas Okta.
Pendidikan dan Kesiapan Anak Muda
Salah satu faktor utama yang memengaruhi keputusan anak muda untuk merantau adalah sistem pendidikan di Indonesia. Banyak yang merasa bahwa biaya pendidikan yang mahal tidak sebanding dengan peluang kerja yang tersedia setelah lulus.
Anak muda perlu dibekali dengan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, pemerintah juga perlu menciptakan kebijakan yang berpihak pada generasi muda, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja yang layak.
“Saya yakin pemerintah sedang bekerja maksimal untuk membuka lebih banyak peluang kerja di dalam negeri, agar anak muda kita bisa berkembang dan berkarier di Indonesia,” kata Okta.